CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON 2
Oleh : Damar Shashangka
Setelah Novel SABDA PALON 1 meraih sukses
dipasaran, menyusul segera terbit seri kedua. Melanjutkan kisah perkembangan
Islam di pulau Jawa yang dimulai pada kisaran abad XV. Abad dimana perdagangan
global mulai merambah Nusantara. Dipadu dengan kisah-kisah mitos Jawa yang
masih belum banyak diketahui, terutama keberadaan tokoh DANG HYANG SABDA PALON.
Bagaimakah kisah dari Sayyid 'Ali Rahmad,
Sayyid 'Ali Murtadlo dan Zanal Kabir selanjutnya? Dan bagaimana juga kisah
pergulatan bathin dari Bhre Kêrtabhumi? Siapakah sosok Dang Hyang Sabda Palon
itu? Apa hubungan beliau dengan Sang Hyang Tri Purusha, Sang Hyang Sapta
Bathara dan Sang Hyang Panca Tirtha yang sangat dihormati di Bali? Semua
bisa disimak pada seri kedua ini. Sebuah Novel yang sarat dengan sejarah
perkembangan Islam di Jawa, sejarah leluhur Syiwa Buddha juga peranan
orang-orang Tionghwa Muslim yang belum banyak diketahui !
Pupuh
XVII
PANGERAN
CHAMPA YANG TERPILIH.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Pusaran cahaya itu membludak sedemikian melimpah. Baru saja ditatapnya pendaran
cahaya yang sedari tadi membuatnya dilanda rasa kepenasaran yang teramat
sangat, mendadak, bagai gelontoran air bah, pusaran cahaya tiba-tiba saja
menerjangnya tanpa ampun. Sebuah rasa dingin yang aneh, bagai dinginnya sapuan
angin yang tidak begitu deras, dirasa menerpa sekujur tubuhnya seiring
terjangan pusaran itu!
Bagai terpancang diatas bumi, tubuhnya sangat susah untuk digerakkan! Apakah
dirinya masih berpijak diatas bumi? Entahlah! Tubuhnya sebegitu kaku. Sangat
kaku. Bahkan untuk mengedipkan matapun tak mampu dilakukannya. Hanya kesadaran
saja yang masih tetap bisa digerakkan. Dan dari sana, dari kedalaman
kesadarannya, terus terlontar nama-nama Tuhan tanpa henti. Sedemikian deras
nama-nama itu dikucarkannya, sederas terjangan pusaran cahaya yang datang
semakin melimpah ruah!
Dicobanya menarik nafas! Tapi tak terasa ada aliran udara! Apakah dia masih
bernafas? Ya Allah! Detak jantungnya pun tak dirasakannya lagi. Lantas dia bisa
bertahan hidup dengan apa? Bahkan kini, tak lagi dia bisa mengetahui, apakah
dirinya masih mempunyai tubuh? Kepanikan yang melanda segera ditekannya
kuat-kuat. Hanya Allah yang berkuasa atas dirinya. Hanya Allah yang harus
memenuhi sekujur kesadarannya! Kini tak diketahuinya lagi, apa yang tengah
terjadi dengan dirinya! Tak lagi diketahuinya dia berada dimana! Ya Alah! Ya
Alah! Ya Allah!
Dan pendaran cahaya yang menghempas-hempas itu semakin terang! Sangat-sangat
terang dan menyilaukan! Bahkan kesadarannya pun kini seolah ikut terbuai oleh
karenanya. Ada keterikatan aneh antara nama-nama Tuhan yang dikucarkannya terus
menerus dengan hempasan cahaya itu! Ada keterpautan ganjil yang menyatakan
secara tegas dalam dirinya, bahwa apa yang kamu ucapkan masih satu sumber
dengan limpahan cahaya yang datang!
Pelahan, ketenangan menyelinap direlung kesadarannya. Kini, dia pasrah. Pasrah
segalanya. Dia akan menerima segalanya. Ketenangan yang memenuhi kisi-kisi
kesadarannya menciptakan pendaran-pendaran baru yang lebih cemerlang! Dan
diantara pendaran-pednaran cahaya itu, lamat-lamat, menampak sesosok tubuh!
Kembali kesadarannya terhenyak! Siapa itu? Sosok apa itu?
Dan sosok itu semakin membayang ditengah-tengah limpahan cahaya. Lamat-lamat
pula, dalam kesadarannya mendengar suara aneh! Suara yang tak dia mengerti!
Tidak! Dia menangkap maksud suara itu! Ya! Sosok itu memberinya salam! Ya!
Walau dengan bahasa yang tak dikenalnya! Tapi dia paham! Sangat paham dan yakin
bahwa itu ucapan salam! Dan ucapan itu harus dijawab dengan salam pula!
“Alaikumussalam..” desis kesadarannya. Dia tak tahu apakah ucapannya akan
didengar. Karena dia tak memiliki suara. Tak ada suara yang mampu
dikeluarkannya. Bahkan bibir-pun tak tahu lagi apakah masih dia punyai!
Ada getar hangat, getas kasih, getar senang yang terpancar dan dia
merasakannya. Ya! Salamnya didengar dan mendapat sambutan!
Menyusul terdengar lagi suara yang menerpa kesadarannya. Suara yang sama, yang
tak bisa dimengerti. Namun tidak. Dia paham. Dia paham…
“Anakku. Selamat datang di Yawadwīpa. Disinilah aku sekarang memilih untuk
hadir ke dunia. Menunaikan tugasku. Tugas purba. Mengemban tanah Ataladwīapa
yang telah tenggelam dahulu kala.”
Tubuhnya tergetar. Ya! Tergetar! Tapi dia tak merasa mempunyai tubuh! Lantas
apa yang tergetar? Ya Allah!
“Dirimu telah terpilih disini. Dari dirimu akan memancar ajaran baru. Ajaran
yang sementara waktu akan menggantikan ajaran purba. Ajaran yang dibutuhkan
demi memberikan peringatan bagi penghuni bekas daratan Ataladwīpa. Ajaran yang
semula manis, yang keluar dari pancaran tanganmu, akan memecah menjadi
Dwijawara[1] di sisi kiri dan menjadi kendi berisi Amrta[2] disisi kanan.
Dwijawara dibutuhkan untuk membalaskan kesalahan-kesalahan penghuni tanah ini.
Dan Amrita dibutuhkan sebagai pembasuh kekotoran-kekotoran itu. Dan seseorang
yang terjatuh dengan darah meleleh dikakinya, dari dialah Dwijawara akan banyak
bertumbuhan. Dan seseorang yang sebentar lagi akan engkau temui, seseorang
berselimut wulung[3], dari dialah Amrta akan banyak terpancarkan. Dia akan
dikenal sebagi Tirtha[4] dalam namanya. Kehadiranku kembali disini, untuk
memastikan perubahan yang bakal terjadi, agar tak banyak menimbulkan korban.
Tapi ingat-ingatlah, lima ratus tahun lagi, terhitung dari Sirna dan Hilangnya
Gunung Besar bertahtakan pohon Bilwa[5] yang Tikta[6], kelak aku akan kembali
lagi!”
Ada hawa panas terasa! Dan pendaran cahaya sejenak kemudian bercampur warna
merah darah! Warna itu memekat! Berputar-putar! Namun tampilan itu hanya
sesaat! Kemudian hilang dan berganti pendaran cahaya yang terang seperti
semula. Dan sosok yang samar, pelahan namun pasti, mulai terlihat dengan jelas!
Kesadarannya siap! Ya! Siap untuk melihat dengan jelas wujud sosok itu!
Dan yang semula berbayang, kini mulai menyata!
Sesosok bercahaya, bertubuh gemuk dengan perut buncitnya! Dengan bulu janggut
yang terurai. Tangan kiri membawa kendi! Tangan kanan membawa tasbih! Ya!
Tasbih! Kesadaranya menggeragap! Ya Allah! Beliau itukah? Ya Allah!
Sontak dia menghaturkan sembah hormat! Entah dengan cara apa! Tapi kesadarannya
yakin dirinya telah mengangkat sembah tepat sebatas dada! Dan sosok itu
mengangkat tangan kanannya! Memberikan restu! Kemudian raib begitu saja! Dan
pendaran-pendaran cahaya, yang semula berlimpahan, sedikit demi sedikit mulai
menyusut. Seiring susutan pendaran itu, perlahan dirasakannya tanah yang
dijejakinya! Menyusul kemudian, tubuhnya menemukan bentuk kembali. Kini dia
tahu mana kaki, mana paha, mana tangan dan mana kepalanya!
Bahkan kini, dia tahu dirinya masih bisa bernafas. Dia juga tahu detak
jantungnya masih ada! Dan seiring semakin menyurutnya cahaya yang terlihat,
pening mendadak menguasai kepalanya!
Tanpa sadar diangkatnya tangan memegangi kening! Dan tanpa sadar terucap
sesuatu dari bibirnya.
“Astaghfirullah!”
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Pupuh
XXVI
NYI
SYAMIROH
.........................................................................................................................................................................
Pasukan Pangeran Wirabraja
masih bisa bertahan. Bersama sembilan ratus orang-orang China yang dibawanya,
ditambah seribu orang China dari Tandhês, dia mengamuk dengan pedang ditangan!
Gerakan mereka cepat bagai gerakan belalang! Pasukan Lasêm yang ikut dalam
barisan pasukan bercadar terus bertambah! Sedikit demi sedikit, pasukan China
dan pasukan Sayap Capit kanan Tuban mundur!
Bangkai orang bermata sipit
mulai terlihat disana-sini dengan darah menggenangi tubuhnya! Teriakan
kemarahan terus berkumandang dari pasukan bercadar!
“Bantai orang Atas Angin!
Bantai orang Atas Angin!”
Pangeran Wirabraja menggeram
marah!
“Aku orang Atas Angin! Siapa
yang berani maju! Sini! Aku penggal kepala kalian! Bangsat!”
Pangeran Wirabraja menerjang
berani dengan kudanya! Melihat Pangeran Lasêm tersebut merangsak dengan berani,
beberapa orang China tumbuh semangatnya! Mereka bersorak-sorai ikut merangsak
maju!
Pertempuran sengit terus
berlangsung! Pangeran Wirabraja mengamuk dengan pedang ditangannya! Seorang
pimpinan pasukan bercadar menyibak kerumunan dengan kudanya dan segera
menghampiri Pangeran Wirabraja!
“Aku lawanmu!”
Pangeran Wirabraja membelalak
dan memaki marah!
“Maju sini! Bangsat!”
Dengan bentakan keras, pemimpin
pasukan bercadar langsung menerjang Pangeran Wirabraja! Kedua pedang mereka
beradu! Sedemikian kerasnya hingga menimbulkan percikan api! Tangan
masing-masing sampai kesemutan dan tergetar! Pangeran Wirabraja menggeram
marah! Sempat dia menyabetkan pedangnya ke seorang prajurid bercadar yang
hendak menusuk dari belakang! Satu sabetan telah mengenai leher dan membuat
sosok yang hendak menyerangnya tumbang bermandi darah!
Diputarnya haluan kuda dan
kembali menerjang lawannya, sang pemimpin pasukan bercadar! Sabetan terayun
telak dan tepat mengenai dada lawan! Namun Pangeran Wirabraja memekik ketika
mengetahui pedangnya tak sanggup melukai tubuh orang itu! Pedang Tiongkok
setajam itu, bagai beradu dengan batu cadas yang keras! Tak ada darah! Bahkan lukapun
tidak didada yang baru saja terkena pedang!
“Hahahahaaha! Habiskan besimu goblog!”
Orang itu memutar pedang dan menyabet leher! Pangeran Wirabraja menggeram dan
menangkis serangan tersebut! Bunyi beradunya dua logam terdengar! Telak! Hampir
saja Pangeran Wirabraja terjatuh karena kerasnya ayunan!
Pangeran Wirabraja memutar tali kekang kudanya! Berputar hendak menerjang!
Namun dilihatnya, pasukannya satu demi satu tumbang ketanah! Kini posisinya benar-benar
terdesak!
Segera diangkat pedangnya dan berteriak!
“Mundur! Mundur!”
Seluruh pasukan segera bergerak undur! Kocar-kacir! Satu dua terpapas pedang
dan sekarat! Pasukan Pangeran Wirabraja bergerak undur! Diikuti pasukan Sayap
Capit kanan! Pasukan bercadar bersorak-sorai! Dan pemimpin pasukan bercadar
tertawa tergelak-gelak melihat pasukanTuban pontang-panting melarikan diri!
Disisi barat daya, kekalahan
serupa terjadi. Pasukan Capit sisi kanan bergerak mundur. Pasukan bercadar
terus merangsak maju dengan formasi Garuddha Wyuuha! Mereka mempermainkan
pasukan yang kocar-kacir bagai seekor garudha mempermainkan anak ayam! Sesekali
sayap kanan menyerang, kemudian bertahan dalam posisinya, menyusul sayap kiri
menyerang, bertahan dalam posisinya, lantas kepala menyerang! Begitu
seterusnya! Pasukan sisi barat daya benar-benar terdesak hebat!
.........................................................................................................................................
[1] Tawon penyengat
[2] Air kehidupan
[3] Hitam kebiru-biruan
[4] Air
[5] Pohon Maja
[6] Pahit
Segera terbit awal Januari 2012
mas dhamar ada kelanjutannya kah (3)? kok masih nanggung nich ceritanya...........en jangan dibanyakin setting perang nya, yang menarik soalnya di bagian intuisi imaginatif yang pas mbaca bikin.....nyut......en mrinding karena keindahan bahasanya, wah jadi kelingan danarto nih......kaya pupuh 17 buku kedua.
BalasHapusasem kecut gula legi, nek kepencut ya dienteni....novelnya lagi