Illustrasi
SABDA
PALON
(2)
PUPUH I Bandar Regol, Lao Sam
(Pausa 1369 Saka/Januari 1447 Masehi)
PUPUH I Bandar Regol, Lao Sam
(Pausa 1369 Saka/Januari 1447 Masehi)
L
|
ao Sam adalah pegucapan Tiongkok
untuk Lasêm. Sebuah daerah pesisir utara Jawa yang lantas dipilih oleh Haji Gan
Eng Chu sebagai kediaman beliau demi mengemban tugas dari Laksmana Cheng Ho
untuk mengawasi wilayah Nan Yang (Asia Tenggara).
Dari
Lao Sam, kesepakatan kedua negara, Tiongkok dan Majapahit,yang mengamanatkakan
agar pihak Majapahit melindungi warga Tiongkok perantauan di wilayah Majapahit,
senantiasa di awasi pula. Haji Gan Eng Chu, adalah pejabat Tiongkok dinasti Ming
yang berwenang untuk itu.
Kesepakatan
itu terjadi setelah kesalah pahaman antara pihak Tiongkok dan Majapahit pada
perang Paregreg (1404-1406), dimana pada waktu itu, armada Laksmana Cheng Ho
yang berlayar dari Tiongkok, mendarat didaerah Simongan (Semarang sekarang).
Laksamana Cheng Ho tidak mengetahui situasi genting di Jawa. Armadanya yang
sangat besar, dengan 208 Jung dan lebih dari 27.000 awak kapal yang bertolak
dari Tiongkok untuk mengemban misi persahabatan dengan Raja Majapahit atas
titah Kaisar Zhu Di, diserang oleh armada Majapahit. Memang jauh-jauh hari
telah tersiar kabar, bahwa Bhre Wirabhumi II telah mendapat stempel emas dari
Kaisar Tiongkok. Ini menandakan, Kaisar Tiongkok secara tidak langsung telah
mendukung Bhre Wirabhumi II.
Pertempuran
tak dapat dielakkan dan lebih dari seratus awak kapal Laksamana Cheng Ho tewas!
Bahkan banyak orang-orang China yang jauh-jauh hari sudah berdiam dibeberapa
daerah pesisir utara Jawa, ikut terkena imbasnya, terbunuh dengan sangat
menyedihkan tanpa tahu sebab musabab yang jelas. Mayat mereka sering terlihat
tergeletak dengan luka tusuk keris didada atau terpenggal kepalanya.
Orang-orang
China yang tinggal dipesisir Jawa resah.
Laksamana
Cheng Ho yang segera menguasai keadaan, secepatnya mengirimkan utusan menghadap
Bathara Prabhu Wikramawardhana. Laksamana Cheng Ho memberitahukan bahwa
kedatangannya ke Jawa bukan bermaksud untuk mengadakan peperangan, namun
sebaliknya, mengemban titah Kaisar Zhu Di untuk memulihkan hubungan kedua belah
Kekaisaran. Bathara Prabhu Wikramawardhana, begitu mendapati utusan Laksamana
Cheng Ho dan memahami duduk masalah yang sebenarnya, segera memberikan komando
kepada seluruh tentara Laut maupun Darat Majapahit untuk menghentikan
penyerangan kepada armada Laksamana Cheng Ho. Bahkan, sang Laksamana mendapat
kehormatan diundang ke istana Majapahit dengan jamuan yang luar biasa. Bathara
Prabhu Wikramawardhana berjanji akan memberikan ganti rugi atas segala
kerusakan dan korban nyawa yang dialami armada Cheng Ho. Untuk itulah, Bathara
Prabhu Wikramawardhana segera mengirimkan duta khusus ke China, menemui Kaisar
Zhu Di. Duta Majapahit itu berlayar bersama rombongan armada Laksamana Cheng Ho
yang bertolak ke China.
Kaisar
Zhu Di geram mendengar armada yang dikirimnya ke Majapahit mendapat sambutan
yang sedemikian rupa. Ditengah kegeramannya, Kaisar – melalui duta yang dikirim
- menuntut Raja Jawa memberikan ganti rugi sebesar 60.000 tahil emas dan
menuntut agar Raja Jawa memberikan perlindungan khusus bagi orang-orang China
yang hidup di Majapahit
Pada
awal tahun 1408, Laksamana Cheng Ho kembali melakukan pelayaran ke Jawa. Duta
dari Majapahit ikut serta. Tuntutan dari Kaisar Zhu Di disampaikan oleh sang
Duta kepada Bathara Prabhu Wikramawardhana. Dalam kondisi ekonomi Negara yang
morat-marit, demi memenuhi janji yang telah diucapkan, Bathara Prabhu
Wikramawardhana bersusah payah mengumpulkan 60.000 tahil emas, namun akhirnya
hanya mampu mengumpulkan 10.000 tahil saja. Majapahit telah benar-benar jatuh
miskin selepas perang Paregreg. Sedangkan tuntutan kedua dari Kaisar Zhu Di
agar Majapahit memberikan perlindungan khusus kepada orang-orang China yang
menetap di Majapahit, segera dipenuhi. Bathara Prabhu Wikramawardhana membuat
peraturan baru, dimanapun orang China berada, keberadaannya tidak boleh
diganggu. Bahkan dalam kondisi perang, perkampungan China tidak boleh diusik.
Kampung China tidak boleh dibuat sebagai tempat persembunyian bagi kedua belah
pihak yang tengah bertikai. Semenjak saat itu, perkampungan China di Majapahit
sangat-sangat aman.
Pada
akhir tahun 1408, duta Majapahit dikirim ke China untuk menyerahkan emas yang
diminta Kaisar China. Mendapati Raja Jawa hanya mampu menyerahkan 10.000 tahil
emas dari 60.000 tahil yang diminta, hampir saja kemurkaan Kaisar berkobar.
Namun begitu mendengar tuntutan jaminan keamanan bagi orang China sudah
dipenuhi oleh Raja Jawa, Kaisar Zhu Di akhirnya menerima 10.000 tahil emas
tersebut dan menghapuskan hutang Raja Jawa yang masih tersisa 50.000 tahil.
Dan,
di daerah Lasêm, keberadaan pemukiman China memang benar-benar terjamin dari
berbagai macam gangguan. Walau kini Bathara Prabhu Wikramawardhana sudah
digantikan oleh putrinya, Bathara Prabhu Sthri Dyah Rani Suhita, jaminan
tersebut masih tetap diberikan oleh pihak kerajaan Majapahit.
Tapi
semenjak Dinasti Ming melarang pelayaran ke luar negeri setelah Laksmana Cheng
Ho wafat, ditambah ketidak stablian Majapahit selepas Bathara Sthri Dyah Rani
Suhita wafat (1447), perjanjian antar Tiongkok dan Majapahit ini mulai goyah,
dan keberadaan warga Tiongkok perantauan mulai terancam.
Bagaimanakah
kisah pergulatan etnis keturunan ini dengan pribumi Majapahit? Silakan ikuti
pada Novel Sabda Palon 2 yang akan segera terbit Januari 2012 mendatang.
Penulis : Damar Shashangka.
Penyunting : Salahuddien Gz
Pemindai Aksara : Webri Veliana
Illustrasi : Sherika Sheroki
Penerbit : DOLPHIN
Jln. Ampera II No.29, Jakarta Selatan.
Telp : 021-78847301
E-mail : bunda_laksmi@yahoo.com