Kamis, 21 Juli 2016

SULUK TAMBANGRARAS (Runtuhnya Giri Kadhaton)










SULUK TAMBANGRARAS
Runtuhnya Giri Kadhaton
S
etelah Kasunanan Surakarta, kerajaan besar pewaris Kasultanan Mataram babak belur karena peristiwa Palihan Nagari pada 1755, yaitu peristiwa yang menandai berakhirnya keutuhan Mataram dengan terpecahnya negara menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, pukulan-pukulan telak ternyata belum usai mengincar kedaulatan kerajaan-kerajaan Jawa. Palihan Nagari masih juga harus ditambahi dengan terpecahnya wilayah Kasunanan Surakarta karena perjanjian Salatiga. Wilayah baru tersebut lantas dikenali sebagai Praja Mangkunêgara.
Menyusul pada 1799 VOC ambruk, kekuasaan di Hindia Belanda lantas jatuh ke tangan Kerajaan Belanda yang ada dibawah kuasa Perancis. Adalah Gubernur Jenderal Daendels yang memiliki banyak kebijakan kurang ajar terhadap kerajaan-kerajaan Jawa. Sebelumnya VOC masih menganggap kerajaan-kerajaan Jawa merupakan mitra sejajar, namun di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintahan Belanda di Hindia mulai berani turut campur dalam urusan kenegaraan kerajaan-kerajaan Jawa. Pukulan belum berhenti sampai disitu, pada 1811 kekuasaan Kerajaan Belanda atas Jawa harus lepas karena serangan balatentara Kerajaan Inggris. Dan pemerintahan Inggris di Jawa pun ternyata tak kalah kurang ajarnya. Kasultanan Yogyakarta diserang pada 1812. Banyak prajurit Kasultanan Yogyakarta yang berusaha melakukan perlawanan harus gugur dengan mayat terserak di seluruh penjuru keraton. Didahului oleh pertumpahan darah, pada akhirnya Kasultanan Yogyakarta berhasil ditaklukkan. Banyak catatan-catatan kuno keraton berikut benda-benda berharga diangkut oleh balatentara Inggris atas perintah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Melihat pukulan bertubi-tubi yang semakin mengkhawatirkan bagi Jawa, pada 1814, Pangeran Adipati Anom Amangkunagara III, putra mahkota Kasunanan Surakarta memprakarsai pembuatan sebuah naskah babon pengetahuan lahir-bathin Jawa yang lantas dikenali dengan sebutan Suluk Tambangraras. Naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan terhadap segala pengetahuan Jawa yang masih tersisa, sebelum kemungkinan penyerangan terhadap Kasunanan Surakarta terjadi, sebagaimana penyerangan terhadap Kasultanan Yogyakarta. Bahasan Suluk Tambangraras sedemikian kayanya sehingga naskah yang didapati akan sangat tebal. Alur yang dituturkan berlatar belakang pengembaraan para keturunan Susuhunan Agêng Giri di masa Susuhunan Adi Prabhu Anyakrakusuma memerintah Mataram (1613-1645). Sebuah pengembaraan yang dipicu oleh hancurnya Giri Kadhaton karena serangan balatentara Mataram pada 1635. Dari pengembaraan mereka ini terdulang banyak sekali pengetahuan Jawa yang lantas dicakup dan dituliskan dalam Suluk Tambangraras. Dikemudian hari Suluk Tambangraras lebih dikenali dengan nama Sêrat Cênthini. Dan buku di tangan Anda ini adalah bagian pertama dari Sêrat Cênthini yang dituangkan dalam bentuk novel melalui tangan dingin Damar Shashangka.



▬▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬




DICETAK TERBATAS 500 EKSEMPLAR SAJA.


©Damar Shashangka 2016
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved

Penyunting: Damar Shashangka
Pendesain Sampul : Angga Prabowo
Penata Letak : Dinan Hasbudin
Pemindai Aksara : Youlanda K.S.
Model : Acintyaswati W
Photographer : Daniel. O

ISBN: 978-602-71780-4-5
Cetakan I: Agustus 2016

Penerbit Prameswari
Gedung Linggarjati
Jl. Kayu Putih II No.7
Pulogadung, Jakarta Timur,13260
0818-0779-9654

▬▬▬▬▬▬▬▬۩۞۩▬▬▬▬▬▬▬▬

Segera terbit Agustus 2016.

Preorder sudah dibuka. Silakan yang hendak preorder dengan format :

1.      Nama
2.      Alamat
3.      Nomor hp
4.      Jumlah pemesanan (bisa satuan)
5.      Kirim ke inbox akun Damar Shashangka, Damar Shashangka Kapindho, page DAMAR SHASHANGKA, Sms/Wa : 0819837685, Bbm : 5ACE56FB