Sabtu, 24 Desember 2011

Illustrasi SABDA PALON (2) PUPUH I Bandar Regol, Lao Sam (Pausa 1369 Saka/Januari 1447 Masehi)




Illustrasi

SABDA PALON
(2)

PUPUH I Bandar Regol, Lao Sam
(Pausa 1369 Saka/Januari 1447 Masehi)






L
ao Sam adalah pegucapan Tiongkok untuk Lasêm. Sebuah daerah pesisir utara Jawa yang lantas dipilih oleh Haji Gan Eng Chu sebagai kediaman beliau demi mengemban tugas dari Laksmana Cheng Ho untuk mengawasi wilayah Nan Yang (Asia Tenggara).

Dari Lao Sam, kesepakatan kedua negara, Tiongkok dan Majapahit,yang mengamanatkakan agar pihak Majapahit melindungi warga Tiongkok perantauan di wilayah Majapahit, senantiasa di awasi pula. Haji Gan Eng Chu, adalah pejabat Tiongkok dinasti Ming yang berwenang untuk itu.

Kesepakatan itu terjadi setelah kesalah pahaman antara pihak Tiongkok dan Majapahit pada perang Paregreg (1404-1406), dimana pada waktu itu, armada Laksmana Cheng Ho yang berlayar dari Tiongkok, mendarat didaerah Simongan (Semarang sekarang). Laksamana Cheng Ho tidak mengetahui situasi genting di Jawa. Armadanya yang sangat besar, dengan 208 Jung dan lebih dari 27.000 awak kapal yang bertolak dari Tiongkok untuk mengemban misi persahabatan dengan Raja Majapahit atas titah Kaisar Zhu Di, diserang oleh armada Majapahit. Memang jauh-jauh hari telah tersiar kabar, bahwa Bhre Wirabhumi II telah mendapat stempel emas dari Kaisar Tiongkok. Ini menandakan, Kaisar Tiongkok secara tidak langsung telah mendukung Bhre Wirabhumi II.

Pertempuran tak dapat dielakkan dan lebih dari seratus awak kapal Laksamana Cheng Ho tewas! Bahkan banyak orang-orang China yang jauh-jauh hari sudah berdiam dibeberapa daerah pesisir utara Jawa, ikut terkena imbasnya, terbunuh dengan sangat menyedihkan tanpa tahu sebab musabab yang jelas. Mayat mereka sering terlihat tergeletak dengan luka tusuk keris didada atau terpenggal kepalanya.

Orang-orang China yang tinggal dipesisir Jawa resah.

Laksamana Cheng Ho yang segera menguasai keadaan, secepatnya mengirimkan utusan menghadap Bathara Prabhu Wikramawardhana. Laksamana Cheng Ho memberitahukan bahwa kedatangannya ke Jawa bukan bermaksud untuk mengadakan peperangan, namun sebaliknya, mengemban titah Kaisar Zhu Di untuk memulihkan hubungan kedua belah Kekaisaran. Bathara Prabhu Wikramawardhana, begitu mendapati utusan Laksamana Cheng Ho dan memahami duduk masalah yang sebenarnya, segera memberikan komando kepada seluruh tentara Laut maupun Darat Majapahit untuk menghentikan penyerangan kepada armada Laksamana Cheng Ho. Bahkan, sang Laksamana mendapat kehormatan diundang ke istana Majapahit dengan jamuan yang luar biasa. Bathara Prabhu Wikramawardhana berjanji akan memberikan ganti rugi atas segala kerusakan dan korban nyawa yang dialami armada Cheng Ho. Untuk itulah, Bathara Prabhu Wikramawardhana segera mengirimkan duta khusus ke China, menemui Kaisar Zhu Di. Duta Majapahit itu berlayar bersama rombongan armada Laksamana Cheng Ho yang bertolak ke China.

Kaisar Zhu Di geram mendengar armada yang dikirimnya ke Majapahit mendapat sambutan yang sedemikian rupa. Ditengah kegeramannya, Kaisar – melalui duta yang dikirim - menuntut Raja Jawa memberikan ganti rugi sebesar 60.000 tahil emas dan menuntut agar Raja Jawa memberikan perlindungan khusus bagi orang-orang China yang hidup di Majapahit

Pada awal tahun 1408, Laksamana Cheng Ho kembali melakukan pelayaran ke Jawa. Duta dari Majapahit ikut serta. Tuntutan dari Kaisar Zhu Di disampaikan oleh sang Duta kepada Bathara Prabhu Wikramawardhana. Dalam kondisi ekonomi Negara yang morat-marit, demi memenuhi janji yang telah diucapkan, Bathara Prabhu Wikramawardhana bersusah payah mengumpulkan 60.000 tahil emas, namun akhirnya hanya mampu mengumpulkan 10.000 tahil saja. Majapahit telah benar-benar jatuh miskin selepas perang Paregreg. Sedangkan tuntutan kedua dari Kaisar Zhu Di agar Majapahit memberikan perlindungan khusus kepada orang-orang China yang menetap di Majapahit, segera dipenuhi. Bathara Prabhu Wikramawardhana membuat peraturan baru, dimanapun orang China berada, keberadaannya tidak boleh diganggu. Bahkan dalam kondisi perang, perkampungan China tidak boleh diusik. Kampung China tidak boleh dibuat sebagai tempat persembunyian bagi kedua belah pihak yang tengah bertikai. Semenjak saat itu, perkampungan China di Majapahit sangat-sangat aman.

Pada akhir tahun 1408, duta Majapahit dikirim ke China untuk menyerahkan emas yang diminta Kaisar China. Mendapati Raja Jawa hanya mampu menyerahkan 10.000 tahil emas dari 60.000 tahil yang diminta, hampir saja kemurkaan Kaisar berkobar. Namun begitu mendengar tuntutan jaminan keamanan bagi orang China sudah dipenuhi oleh Raja Jawa, Kaisar Zhu Di akhirnya menerima 10.000 tahil emas tersebut dan menghapuskan hutang Raja Jawa yang masih tersisa 50.000 tahil.

Dan, di daerah Lasêm, keberadaan pemukiman China memang benar-benar terjamin dari berbagai macam gangguan. Walau kini Bathara Prabhu Wikramawardhana sudah digantikan oleh putrinya, Bathara Prabhu Sthri Dyah Rani Suhita, jaminan tersebut masih tetap diberikan oleh pihak kerajaan Majapahit.

Tapi semenjak Dinasti Ming melarang pelayaran ke luar negeri setelah Laksmana Cheng Ho wafat, ditambah ketidak stablian Majapahit selepas Bathara Sthri Dyah Rani Suhita wafat (1447), perjanjian antar Tiongkok dan Majapahit ini mulai goyah, dan keberadaan warga Tiongkok perantauan mulai terancam.

Bagaimanakah kisah pergulatan etnis keturunan ini dengan pribumi Majapahit? Silakan ikuti pada Novel Sabda Palon 2 yang akan segera terbit Januari 2012 mendatang.





Penulis : Damar Shashangka.
Penyunting : Salahuddien Gz
Pemindai Aksara : Webri Veliana
Illustrasi : Sherika Sheroki

Penerbit : DOLPHIN
Jln. Ampera II No.29, Jakarta Selatan.
Telp : 021-78847301
E-mail : bunda_laksmi@yahoo.com






Jumat, 02 Desember 2011

Kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan(2) Diterjemahkan oleh : Damar Shashangka

Babad Tanah Jawi, Balai Pustaka, 1939-1941
Bale Pustaka - Batawi Sèntrêm 1939

Diterjemahkan oleh :
Damar Shashangka
2011

 Bagian 2

Pupuh 14
Mijil




1. Kêkêmbên sinjang rasukan mami | ing wataraningong | pasthine ika karangkud bae | pasthi ika kêkecer ing margi | saking rika ugi | ngageti wong adus ||

Kêmbên dan busana milikku, perkiraanku, pastinya tercakup begitu saja (karena tergesa-gesa), dan lantas tercecer ditengah jalan, itu semua disebabkan oleh kedatangan andika, (yang telah) mengejutkan orang tengah mandi.


2. Baya mêndêm gadhung rika ugi | tan wruh ring wong wadon | Ki Jaka mesêm amanis linge | Wong ayu sampun runtik ing galih | apan ulun iki | dahat dening tambuh ||

Apakah anda mabuk gadhung, sehingga tiada melihat wanita (yang tengah mandi)? Ki Jaka tersenyum manis dan berkata, Cantik, janganlah marah-marah, (jujur) diriku ini sangat-sangat menginginkan dirimu.


3. Yen sêmbada lan karsanireki | dawêg apêpadon | Inggih ing supama-supamine | wontêna ingkang asung kulambi | sinjang lan cêmênthing | paran upahipun ||

Jikalau dirimu menyetujui, mari kita buat kesepakatan. Jika seandainya, ada orang yang memberikan busana, sinjang dan cêmênthing (ikat perut), apa yang akan menjadi upahnya?


4. Sang juwita ling ya anauri | Kalamun wong anom | sung sinjang cêmênthing kulambine | ingsun aku saudarawedi | yen wong tuwa ugi | bapa angkah ingsun ||

Sang juwita menjawab, Jikalau ada orang yang masih muda, memberikan sinjang cêmênthing serta busana, maka akan aku anggap sebagai saudara dekat. Jika dia orang sudah tua, akan aku anggap sebagai ayah angkat.


5. Kae Jaka ing Tarub sigra ngling | Bilih kita tamboh | inggih ulun ing mangke adarbe | sinjang rasukan lawan camênthing | nanging mangke taksih | ewêd pabênipun ||

Dan Jaka dari Tarub segera berkata, Dirimu sungguh menghendaki (busana), dan diriku sekarang memiliki, sinjang busana serta cêmênthing (yang kamu butuhkan). Akan tetapi saat ini, kesepakatan yang kita buat masih kurang memuaskan.


6. Yen makatêna kewala ugi | pabêne sang sinom | sayêkti dereng wontên mantrane | yen mêthukana lawan tyas mami | Dening kajêng mami | yen andika pêthuk ||

Jikalau hanya seperti itu, kesepakatan yang dibuat oleh dua orang muda, sungguh belum memiliki kekuatan. Yang menjadi kehendakku, serta yang menjadi keinginanku, dan jika dirimu setuju.


7. Inggih darbek kawula puniki | kula karya tukon | Yen kitarsa tômpa sayêktine | pasthi kita ulun karya rabi | apan darbe mami | inggih mung puniku ||

Apa yang aku bawa ini, akan aku buat sebagai mas kawin. Jikalau dirimu menerimanya maka sungguh, dirimu akan aku jadikan istri, sah menjadi milikku. Seperti itu mauku.


8. Lah punapa lêgaa ing galih | ing wiraos ingong | Yen wus suka Sang Ayu galihe | dawêg puniki dika tampeni | Yen wus dika tampi | ing sapasrah ulun ||

Nah, apakah dirimu paham, apa yang menjadi maksudku? Jikalau dirimu cantik telah ikhlas, segera terimalah, dan jika sudah kamu terima, sesuai kesepakatan tadi.


9. Lah kita dadia rabi mami | Darbek dadi tukon | puniku yen sêmbada karsane | Sang Dyah Ayu emêng tyas tanpa ngling | Ki Jaka ngling malih | Kadipundi kayun ||

Maka dirimu akan menjadi istriku. Apa yang aku bawa inilah sebagai maskawin, itupun jika dirimu menyetujui. Sang Dyah Ayu beku hatinya dan tak bisa berkata-kata. Ki Jaka lantas berkata lagi, Bagaimanakah keputusanmu?


10. Sampun mindêl kemawon ta Gusti | ecane tyas ingong | sang dyah ayu kewêdan ri linge | sarya tumungkul angum jro warih | sangsaya mlas-asih | citrane Sang Ayu ||

Jangan hanya berdiam diri Gusti Ayu, berikan jawaban agar puas hatiku. Sang Dyah Ayu ketakutan mendengar ucapan itu, membalikkan badan dan merendam diri didalam air, tampak kasihan sekali, wajah Sang Ayu.


11. Ling ya Ki Jaka Lah kadipundi | ecane tiningong | Sang Dyah Ayu anulya dan linge | Inggih yen kita tulus nyukani | sinjang lan kulambi | maring raganingsun ||

Berkata kembali Ki Jaka, Bagaimana? Berikan jawaban. Sang Dyah Ayu lantas menjawab pelan, Baiklah, jikalau dirimu memang berniat tulus memberi, sinjang dan busana, kepada diriku.


12. Mugi andika tulusa dadi | samitra sayêktos | ing ingaran sudarawedine | Nene ing jangji salakirabi | pan lênggana mami | yen dadia dhaup ||

Semoga andika juga tulus hati, menjadi teman, bagaikan saudara dekat tak terpisahkan. Sedangkan mengenai pernikahan, diriku belum bisa memberikan jawaban, akan hal tersebut.


13. Kae Jaka sigra denira ngling | Lah ta yen mangkono | yen kusuma tan arsa kramane | pasthi manira nora ngaturi | ngaran kêthek langking | baya durung kontung ||

Jaka Tarub segera berkata, Jikalau hanya seperti itu, jika sang bunga tiada mau aku nikahi, pastilah diriku tak akan memberi, bagai kera kebingungan, sungguh belum bahagia hatiku.


14. Yen apanggiha awak puniki | lan sang liring sinom | yêkti tan asung ulun pasthine | Sang Kusuma kewêdan ing galih | angartikeng ati | paran têmahipun ||

Jika belum bersatu diriku, dengan dirimu, pastilah aku tak akan memberikan (busana ini). Sang Bunga ketakutan dalam hati, membatin, bagaimana akhirnya nanti.


15. Yen tan nurutana ingsun iki | ing sakarsanya wong | yêkti awet ngong neng toya kene | Lawan ingsun sidaa apanggih | kalawan wong iki | paran polah ingsun ||

Jika diriku tak menuruti, atas kehendak manusia ini, pastilah diriku akan terus berendam didalam air seperti ini. Akan tetapi jika diriku benar-benar harus menikah, dengan manusia ini, bagaimana harus menjalani?


16. Dening manusa lan widadari | baya raganingong | Uwus karsaning dewa yêktine | kaya ngapa gon ingsun gumingsir | Nawangwulan angling | Lah iya ki bagus ||

Dirinya bidadari dan orang itu manusia biasa, bagaimana nanti nasibku? Tapi jika memang sudah menjadi kehendak Dewata, bagaimana lagi bisa dihindari? Nawangwulan lantas berkata, Baiklah, Ki Bagus.


17. Raga manira iki ing mangkin | karsanira ngrêngkoh | Nanging manira sungana age | sinjang kasamêkan lan kulambi | Ki Jaka nulya glis | ngulungakên sampun ||

Diriku ini sekarang, kupasrahkan kepada andika untuk dimiliki. Segera berikan, sinjang kasêmek (cêmênthing) dan busana. Ki Jaka bergegas, memberikan semuanya sudah.


18. Sinjang rasukan sampun den tampi | mring Sang Ayu gupoh | dyan rinasuk pasungsung sakehe | Ki Jaka dahat suka tyasneki | Sang Rêtna nulya glis | mêntas saking ranu ||

Sinjang busana sudah diterima, oleh Sang Ayu dengan buru-buru dan segera dipakai semuanya. Ki Jaka sungguh senang dalam hati. Sang Ratna segera, keluar dari air.


19. Tan antara nulya den aturi | wau sang lir sinom | mring Ki Jaka mantuk ing wismane | Ya ta lumampah tiyang kêkalih | Ki Jaka umiring | lumakya ing pungkur ||

Tak berselang lama lantas diajak, sang cantik, oleh Ki Jaka untuk pulang ke wiisma. Segera berjalan keduanya. Ki Jaka mengikuti, berjalan dibelakang.


20. Tan kuciwa Sang Dyah dadya rabi | pinet ing pasêmon | lwir Kamajaya lawan Ratihe | Sang Dyah lumampah tumungkul isin | gêgêtun tan sipi | ri polah kagugu ||

Sungguh tak kecewa memperoleh Sang Dyah sebagai istri, jika dilihat, bagaikan Kamajaya dan Dewi Ratih. Sang Dyah berjalan sembari menunduk malu, sebenarnya sangat kecewa, terhadap keputusan yang telah diambil.


21. Dene tan anyana tan angimpi | ring tyas sang lir sinom | yen manusa kang dadya lakine | Wus anyipta ywan karsaning Widi | tan kêna wah gingsir | Wau lampahipun ||

Tak dinyana tiada diimpi-impikan, oleh Sang cantik, jikalau dirinya akan berjodoh dengan manusia biasa. Akhirnya dipupus semua sebagai kehendak Hyang Widdhi, yang tak bisa dihindari. Dan perjalanan sudah.


22. Sampun prapta ing wismanireki | Ni rôndha duk anon | mring kang putra pinalayon age | gupuh rinangkul putranirèki | Sira têka ngêndi | gusti anak ingsun ||

Sampai di wisma. Nyi Rondha begitu melihat, kedatangan putranya segera berlari, gugup dirangkulanya sang  putra. Darimana dirimu, duh anakku?


(Bersambung)

By Damar Shashangka 2 Desember 2011






Rabu, 30 November 2011

CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON 2 Oleh : Damar Shashangka





CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON 2
Oleh : Damar Shashangka


Setelah Novel SABDA PALON 1 meraih sukses dipasaran, menyusul segera terbit seri kedua. Melanjutkan kisah perkembangan Islam di pulau Jawa yang dimulai pada kisaran abad XV. Abad dimana perdagangan global mulai merambah Nusantara. Dipadu dengan kisah-kisah mitos Jawa yang masih belum banyak diketahui, terutama keberadaan tokoh DANG HYANG SABDA PALON.

Bagaimakah kisah dari Sayyid 'Ali Rahmad, Sayyid 'Ali Murtadlo dan Zanal Kabir selanjutnya? Dan bagaimana juga kisah pergulatan bathin dari Bhre Kêrtabhumi? Siapakah sosok Dang Hyang Sabda Palon itu? Apa hubungan beliau dengan Sang Hyang Tri Purusha, Sang Hyang Sapta Bathara dan Sang Hyang Panca Tirtha yang sangat dihormati di Bali?  Semua bisa disimak pada seri kedua ini.  Sebuah Novel yang sarat dengan sejarah perkembangan Islam di Jawa, sejarah leluhur Syiwa Buddha juga peranan orang-orang Tionghwa Muslim yang belum banyak diketahui !



Pupuh XVII
PANGERAN CHAMPA YANG TERPILIH.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

            Pusaran cahaya itu membludak sedemikian melimpah. Baru saja ditatapnya pendaran cahaya yang sedari tadi membuatnya dilanda rasa kepenasaran yang teramat sangat, mendadak, bagai gelontoran air bah, pusaran cahaya tiba-tiba saja menerjangnya tanpa ampun. Sebuah rasa dingin yang aneh, bagai dinginnya sapuan angin yang tidak begitu deras, dirasa menerpa sekujur tubuhnya seiring terjangan pusaran  itu!

            Bagai terpancang diatas bumi, tubuhnya sangat susah untuk digerakkan! Apakah dirinya masih berpijak diatas bumi? Entahlah! Tubuhnya sebegitu kaku. Sangat kaku. Bahkan untuk mengedipkan matapun tak mampu dilakukannya. Hanya kesadaran saja yang masih tetap bisa digerakkan. Dan dari sana, dari kedalaman kesadarannya, terus terlontar nama-nama Tuhan tanpa henti. Sedemikian deras nama-nama itu dikucarkannya, sederas terjangan pusaran cahaya yang datang semakin melimpah ruah!

            Dicobanya menarik nafas! Tapi tak terasa ada aliran udara! Apakah dia masih bernafas? Ya Allah! Detak jantungnya pun tak dirasakannya lagi. Lantas dia bisa bertahan hidup dengan apa? Bahkan kini, tak lagi dia bisa mengetahui, apakah dirinya masih mempunyai tubuh? Kepanikan yang melanda segera ditekannya kuat-kuat. Hanya Allah yang berkuasa atas dirinya. Hanya Allah yang harus memenuhi sekujur kesadarannya! Kini tak diketahuinya lagi, apa yang tengah terjadi dengan dirinya! Tak lagi diketahuinya dia berada dimana! Ya Alah! Ya Alah! Ya Allah!

            Dan pendaran cahaya yang menghempas-hempas itu semakin terang! Sangat-sangat terang dan menyilaukan! Bahkan kesadarannya pun kini seolah ikut terbuai oleh karenanya. Ada keterikatan aneh antara nama-nama Tuhan yang dikucarkannya terus menerus dengan hempasan cahaya itu! Ada keterpautan ganjil yang menyatakan secara tegas dalam dirinya, bahwa apa yang kamu ucapkan masih satu sumber dengan limpahan cahaya yang datang!

            Pelahan, ketenangan menyelinap direlung kesadarannya. Kini, dia pasrah. Pasrah segalanya. Dia akan menerima segalanya. Ketenangan yang memenuhi kisi-kisi kesadarannya menciptakan pendaran-pendaran baru yang lebih cemerlang! Dan diantara pendaran-pednaran cahaya itu, lamat-lamat, menampak sesosok tubuh!

            Kembali kesadarannya terhenyak! Siapa itu? Sosok apa itu?

            Dan sosok itu semakin membayang ditengah-tengah limpahan cahaya. Lamat-lamat pula, dalam kesadarannya mendengar suara aneh! Suara yang tak dia mengerti! Tidak! Dia menangkap maksud suara itu! Ya! Sosok itu memberinya salam! Ya! Walau dengan bahasa yang tak dikenalnya! Tapi dia paham! Sangat paham dan yakin bahwa itu ucapan salam! Dan ucapan itu harus dijawab dengan salam pula!

            “Alaikumussalam..” desis kesadarannya. Dia tak tahu apakah ucapannya akan didengar. Karena dia tak memiliki suara. Tak ada suara yang mampu dikeluarkannya. Bahkan bibir-pun tak tahu lagi apakah masih dia punyai!

            Ada getar hangat, getas kasih, getar senang yang terpancar dan dia merasakannya. Ya! Salamnya didengar dan mendapat sambutan!

            Menyusul terdengar lagi suara yang menerpa kesadarannya. Suara yang sama, yang tak bisa dimengerti. Namun tidak. Dia paham. Dia paham…

            “Anakku. Selamat datang di Yawadwīpa. Disinilah aku sekarang memilih untuk hadir ke dunia. Menunaikan tugasku. Tugas purba. Mengemban tanah Ataladwīapa yang telah tenggelam dahulu kala.”

            Tubuhnya tergetar. Ya! Tergetar! Tapi dia tak merasa mempunyai tubuh! Lantas apa yang tergetar? Ya Allah!

            “Dirimu telah terpilih disini. Dari dirimu akan memancar ajaran baru. Ajaran yang sementara waktu akan menggantikan ajaran purba. Ajaran yang dibutuhkan demi memberikan peringatan bagi penghuni bekas daratan Ataladwīpa. Ajaran yang semula manis, yang keluar dari pancaran tanganmu, akan memecah menjadi Dwijawara[1] di sisi kiri dan menjadi kendi berisi  Amrta[2] disisi kanan. Dwijawara dibutuhkan untuk membalaskan kesalahan-kesalahan penghuni tanah ini. Dan Amrita dibutuhkan sebagai pembasuh kekotoran-kekotoran itu. Dan seseorang yang terjatuh dengan darah meleleh dikakinya, dari dialah Dwijawara akan banyak bertumbuhan. Dan seseorang yang sebentar lagi akan engkau temui, seseorang berselimut wulung[3], dari dialah Amrta akan banyak terpancarkan. Dia akan dikenal sebagi Tirtha[4] dalam namanya. Kehadiranku kembali disini, untuk memastikan perubahan yang bakal terjadi, agar tak banyak menimbulkan korban. Tapi ingat-ingatlah, lima ratus tahun lagi, terhitung dari Sirna dan Hilangnya Gunung Besar bertahtakan pohon Bilwa[5] yang Tikta[6], kelak aku akan kembali lagi!”

            Ada hawa panas terasa! Dan pendaran cahaya sejenak kemudian bercampur warna merah darah! Warna itu memekat! Berputar-putar! Namun tampilan itu hanya sesaat! Kemudian hilang dan berganti pendaran cahaya yang terang seperti semula. Dan sosok yang samar, pelahan namun pasti, mulai terlihat dengan jelas!

            Kesadarannya siap! Ya! Siap untuk melihat dengan jelas wujud sosok itu!

            Dan yang semula berbayang, kini mulai menyata!

            Sesosok bercahaya, bertubuh gemuk dengan perut buncitnya! Dengan bulu janggut yang terurai. Tangan kiri membawa kendi! Tangan kanan membawa tasbih! Ya! Tasbih! Kesadaranya menggeragap! Ya Allah! Beliau itukah? Ya Allah!

            Sontak dia menghaturkan sembah hormat! Entah dengan cara apa! Tapi kesadarannya yakin dirinya telah mengangkat sembah tepat sebatas dada! Dan sosok itu mengangkat tangan kanannya! Memberikan restu! Kemudian raib begitu saja! Dan pendaran-pendaran cahaya, yang semula berlimpahan, sedikit demi sedikit mulai menyusut. Seiring susutan pendaran itu, perlahan dirasakannya tanah yang dijejakinya! Menyusul kemudian, tubuhnya menemukan bentuk kembali. Kini dia tahu mana kaki, mana paha, mana tangan dan mana kepalanya!

            Bahkan kini, dia tahu dirinya masih bisa bernafas. Dia juga tahu detak jantungnya masih ada! Dan seiring semakin menyurutnya cahaya yang terlihat, pening mendadak menguasai kepalanya!

            Tanpa sadar diangkatnya tangan memegangi kening! Dan tanpa sadar terucap sesuatu dari bibirnya.

            “Astaghfirullah!”
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Pupuh XXVI
NYI SYAMIROH

.........................................................................................................................................................................

Pasukan Pangeran Wirabraja masih bisa bertahan. Bersama sembilan ratus orang-orang China yang dibawanya, ditambah seribu orang China dari Tandhês, dia mengamuk dengan pedang ditangan! Gerakan mereka cepat bagai gerakan belalang! Pasukan Lasêm yang ikut dalam barisan pasukan bercadar terus bertambah! Sedikit demi sedikit, pasukan China dan pasukan Sayap Capit kanan Tuban mundur!

Bangkai orang bermata sipit mulai terlihat disana-sini dengan darah menggenangi tubuhnya! Teriakan kemarahan terus berkumandang dari pasukan bercadar!

“Bantai orang Atas Angin! Bantai orang Atas Angin!”

Pangeran Wirabraja menggeram marah!

“Aku orang Atas Angin! Siapa yang berani maju! Sini! Aku penggal kepala kalian! Bangsat!”

Pangeran Wirabraja menerjang berani dengan kudanya! Melihat Pangeran Lasêm tersebut merangsak dengan berani, beberapa orang China tumbuh semangatnya! Mereka bersorak-sorai ikut merangsak maju!

Pertempuran sengit terus berlangsung! Pangeran Wirabraja mengamuk dengan pedang ditangannya! Seorang pimpinan pasukan bercadar menyibak kerumunan dengan kudanya dan segera menghampiri Pangeran Wirabraja!

“Aku lawanmu!”

Pangeran Wirabraja membelalak dan memaki marah!

“Maju sini! Bangsat!”

Dengan bentakan keras, pemimpin pasukan bercadar langsung menerjang Pangeran Wirabraja! Kedua pedang mereka beradu! Sedemikian kerasnya hingga menimbulkan percikan api! Tangan masing-masing sampai kesemutan dan tergetar! Pangeran Wirabraja menggeram marah! Sempat dia menyabetkan pedangnya ke seorang prajurid bercadar yang hendak menusuk dari belakang! Satu sabetan telah mengenai leher dan membuat sosok yang hendak menyerangnya tumbang bermandi darah!

Diputarnya haluan kuda dan kembali menerjang lawannya, sang pemimpin pasukan bercadar! Sabetan terayun telak dan tepat mengenai dada lawan! Namun Pangeran Wirabraja memekik ketika mengetahui pedangnya tak sanggup melukai tubuh orang itu! Pedang Tiongkok setajam itu, bagai beradu dengan batu cadas yang keras! Tak ada darah! Bahkan lukapun tidak didada yang baru saja terkena pedang!

            “Hahahahaaha! Habiskan besimu goblog!”

            Orang itu memutar pedang dan menyabet leher! Pangeran Wirabraja menggeram dan menangkis serangan tersebut! Bunyi beradunya dua logam terdengar! Telak! Hampir saja Pangeran Wirabraja terjatuh karena kerasnya ayunan!

            Pangeran Wirabraja memutar tali kekang kudanya! Berputar hendak menerjang!

            Namun dilihatnya, pasukannya satu demi satu tumbang ketanah! Kini posisinya benar-benar terdesak!

            Segera diangkat pedangnya dan berteriak!

            “Mundur! Mundur!”

            Seluruh pasukan segera bergerak undur! Kocar-kacir! Satu dua terpapas pedang dan sekarat! Pasukan Pangeran Wirabraja bergerak undur! Diikuti pasukan Sayap Capit kanan! Pasukan bercadar bersorak-sorai! Dan pemimpin pasukan bercadar tertawa tergelak-gelak melihat pasukanTuban pontang-panting melarikan diri!

Disisi barat daya, kekalahan serupa terjadi. Pasukan Capit sisi kanan bergerak mundur. Pasukan bercadar terus merangsak maju dengan formasi Garuddha Wyuuha! Mereka mempermainkan pasukan yang kocar-kacir bagai seekor garudha mempermainkan anak ayam! Sesekali sayap kanan menyerang, kemudian bertahan dalam posisinya, menyusul sayap kiri menyerang, bertahan dalam posisinya, lantas kepala menyerang! Begitu seterusnya! Pasukan sisi barat daya benar-benar terdesak hebat!

.........................................................................................................................................


[1] Tawon penyengat

[2] Air kehidupan

[3] Hitam kebiru-biruan

[4] Air

[5] Pohon Maja

[6] Pahit



Segera terbit awal Januari 2012

Kamis, 04 Agustus 2011

SARASEHAN DI SITI HINGGIL TROWULAN DAN LAUNCHING BUKU DARMAGANDHUL , 16 JULI 2011

Mengumandangkan
Sêrat Darmagandhul, Pupuh 11 Asmaradana, Pada (Bait) 6-23
.
Berisi "Wasiat terakhir Prabhu Brawijaya V".

















Meditasi dipinggir Kolam Segaran, tepat jam 00.00 WIB







Rabu, 27 Juli 2011

Sahadat Panêtêp Panatagama

Karena ada yang meminta agar share yang seringkali saya lakukan kewat status didokumentasikan, maka share tentang SAHADAT PANÊTÊP PANATAGAMA saya dokumentasikan. Semoga bermanfaat...

Kangjêng Susuhunan Ing Kalijaga

(Syeh Mlayakusuma/Raden Sahid/Brandhal Lokajaya)

(Lahir di Tuban, Jawa Timur 1450 - Wafat di Kadilangu Dêmak, Jawa Tengah, 1549 M)

Damar Shashangka

(Selasa Kliwon, 26 Juli 2011)

“Sahadat Panêtêp Panatagama

Kang jumênêng Ruh Ilapi,

Kang ana têlênging ati,

Kang dadi Pancêring Urip,

Kang dadi lajêre Allah,

Madhêp maring Allah,

Iku wayangan-Ingsun Ruh Muhammad,

Iya iku Sajatining Manungsa,

Iya iku kang Wujud Sampurna.

Ya Hu Allah.”

(Buat saudara-saudaraku yang mendalami ajaran Kangjeng Sunan Kalijaga)

Anda, Mohammad Faizal, Asrianty Purwantini, Brewisnu Jayati, dan 77 orang lainnya menyukai ini

Aang Arif Amrullah :

Nuwun dulur....

Apik iki....

Paejo Toeloesabdhigusti :

Wadoh!sradi bingung ajenge komen niki,sttuse mpon mendalam kados ngoten og!xixixixi

Pawiro Slamet :

Aq yo dw Mar tp ra ngono kui

Damar Shashangka :

Terjemahan :

“Kesaksian Pengokoh Inti Agama,

Adalah sebagai Ruh Idhofi (Spirit Yang Menguatkan),

Yang ada di pusat bathin,

Yang adalah sumber kehidupan,

Yang merupakan satu keadaan dengan Allah,

Yang senantiasa menghadap kepada Allah,

Itulah bayangan/percikan-KU yang disebut Ruh atau Muhammad (Sejati),

Itulah Sejatinya Manusia,

Itulah Wujud Sempurna,

Ya Hu Allah.”

Be Muwbe :

artinya apa tu sob..??

Mbahcip Irak :

Matur suwun kang damar, pencerahanipun.

Damar Shashangka :

Dibaca setiap malam selesai Tahajjud. Untuk mengingat bahwa diri ini adalah Ruh, percikan Allah. Ruh sejatinya murni dan suci, dan tidak selayaknya dikotori oleh hal-hal yang nista.

Damar Shashangka :

Doa ini seringkali diajarkan/diwejangkan oleh seorang Guru Kejawen begitu saja, tanpa dibedah maknanya. Jadinya ya hanya sekedar hafal-hafalan semata...:)

Damar Shashangka :

Dan ----------nuwun gunging pangaksama---------------s udah waktunya sekarang dibedah agar tidak hanya sekedar menjadi rapalan tanpa makna, warisan tanpa diketahui maksudnya. Nuwun sewu kagem sedaya pinisepuh Kejawen... _/\_

Be Muwbe :

heem... Sbrapa suka kwn trhadap islam??

Jombang Ijo :

Nunut nyimak

Amin Harja Diningrat :

sah adat jawa kok pakek allah?

John Rifqie :

derek nyimak kang damar....

Satriya Semesta :

mari dibedah bareng2.

Damar Shashangka :

Ini aliran Kejawen (Islam Abangan). Bagi yang Putihan, jelas ga mathuk. Atau yang ilmu Jawa asli, jg ga masuk. Bagi saya, semua ajaran berintikan sama, yang saya ga cocok adalah yang radikal... :p

@Bwe Mubwe : Saya suka Islam, tapi ga suka yang golongan keras. Tak ada sense. Kaku....:p

Bill Insky :

yang radikal paling cocok dengerin ceramahku ini...>>> http://www.youtube.com/watch?v=eSAhySNIuCM

b1ll insky god born in indonesia

www.youtube.com

www.b1llinsky.wordpress.com Yahoo chat Nusantara 6 section

Damar Shashangka :

Hahaha...Ojo marahi....

Amin Harja Diningrat :

Hehehe,ouw gtu to mas..monggo d lanjut..

Satriya Semesta :

perlu digaris bawahi : antara Doa ini atau kalimat ini perlu diselaraskan dgn perilaku sehari2,diantaranya yaitu memiliki sifat 20.Syukur separoh nya... :p

Damar Shashangka :

Intinya semacam affirmasi. Jika dibaca tiap tengah malam, disaat situasi hening dan tenang, affirmasi ini akan meresap ke dalam bawah sadar kita dan akan membentuk semacam 'self control' secara otomatis.

Damar Shashangka :

Sunan Kalijaga mengajarkan doa semacam ini dengan tujuan membangun 'self control' tersebut. Bagi yang Putihan, yang sedikit-sedikit minta penguat dalil, jelas dianggap bid'ah. Tapi ini bid'ah khasanah, toh...:p

Be Muwbe :

saya ucapkn "slamat malam" mas DS... Smoga kta trmasuk orang2 yg brada dlam kdamaian mski kdamaian akn slalu brdampingan dgn perperangan.... Amiin... _/|\_

Damar Shashangka :

Doa diatas menuturkan Inti Sari/Esensi agama yang musti harus kita Saksikan sendiri (Sahadat Panetep Panatagama).

Apa yang musti kita persaksikan? Tak lain adalah Ruh Ilapi (Idhafi). Yaitu Intisari setiap makhluk termasuk manusia. Ruh Idhafi inilah percikan Allah. Tidak diciptakan, namun ditiupkan!

Ani Chan :

makasih mz damar......

Satriya Semesta :

blh dikatakan sbg sugesti diri,nyatanya itu kalimat bukanlah sugesti karangan,tp real.menumbuhkan atau membuka kembali mutiara2 sejatinya diri yg selama ini terpendam atau tertutup rapat oleh doktrin salah ataupun nafsu2 yg tidak terkontrol.... tlg ditambahkan pengertiannya ya lur damar s ?

Damar Shashangka :

Ruh Ilapi/Ruh Idhafi inilah yang :

Kang ana têlênging ati,

Kang dadi Pancêring Urip,

Kang dadi lajêre Allah,

Madhêp maring Allah,

(Yang ada di pusat bathin,

Yang adalah sumber kehidupan,

Yang merupakan satu keadaan dengan Allah,

Yang senantiasa menghadap kepada Allah)

Damar Shashangka :

Dan Ruh Ilapi ini adalah :

Iku wayangan-Ingsun Ruh Muhammad,

Iya iku Sajatining Manungsa,

Iya iku kang Wujud Sampurna.

(Itulah bayangan/percikan-KU (Allah) yang disebut Ruh atau Muhammad (Sejati),

Itulah Sejatinya Manusia,

Itulah Wujud Sempurna)

Damar Shashangka :

Esensi manusia adalah Ruh Idhafi. Disebut pula Muhammad Sejati (Bukan Muhammad bin Abdullah). Dan Ruh Idhafi ini adalah 'Wayangan' (Bayangan) Allah sendiri.

Doa ini adalah mengingatkan senantiasa kepada kita, bahwa kita adalah BAYANGAN ALLAH. Jadi jangan sembarangan dalam mengarungi hidup dan kehidupan.

Makaten, semoga bermanfaat bagi saudara-saudaraku penganut Kejawen share dari saya yang bodoh ini...

Damar Shashangka :

Diangap bid'ah ga masalah, asalh bid'ah khasanah... :p

Satriya Semesta :

Ingsun = Nur Muhammad = Allah = Ruh Ilafi , sejatinya tiada beda.

Satriya Semesta :

bin abdullah itu si achmad,setelah segala sifat2 dua puluh Allah menghiasi perilakunya maka bergelar Muhammad,kita jg cikal bakal Muhammad,bila mampu..... :p...share dr saya wong ndeso yg bodoh jg ... hihihihiiii.

John Rifqie ‎:

@ kang damar n kang satriya : maturnuwun sedulur sampun berbagi pengetahuan n ilmux,smoga bermanfaat dlm mengarungi hidup ini....rahayu _/\_

Dodi Ahmad Setiawibowo :

Nur Muhammad ya Ruh Al Quds ya Roh Kudus ya Suksma Sejati. .

Nur Ichwan :

itu mantra apa wedaran ataukah sanepan kang?

Damar Shashangka :

@Kang Nur : Wedaran yang bisa dijadikan pepeling dengan cara dijadikan affirmasi tiap malam.

Damar Shashangka :

Allah badan-Ku,

Muhammad cahya-Ku,

Rasul rahsa-Ku,

Roh Ilapi urip-Ku,

{Allah adalah tubuh-Ku (Aku Allah),

Muhammad/Yang Terpuji adalah cahaya-Ku (Aku Allah)

Rasul/Utuisan Sejati adalah rahsa/Rasa sejati-Ku (Aku Allah),

Roh Idhofi/Spirit Yang Menguatkan adalah hidup-Ku (Aku Allah) }

Allah,Muhammad,Rasul,Roh Ilapi ada dalam 'Kajaten Tunggal' (Kesejatian Tunggal). Manusia adalah Roh Ilapi, oleh karenanya berhati-hatilah mengarungi hidup dan kehidupan ini, karena manusia adalah Tiupan Roh Allah sendiri.

Sugeng enjang para sadulur Kejawen, mugi tansah manggih karahayon... :)

Evry R Ayu :

maturnuwun mas damar :), sugeng enjang lan rahayu wilujeng ugi, nderek share kalimah niku nggih...rahayu :)

Rio Chafix :

sugeng enjing mas bro...wedaran / do'a yang sudah tidak perlu di rahasiakan lagi seperti Al Fatehah dalam islam yang sumua membaca dan merapalnya......

Evry R Ayu :

mas damar....makna "HU" disini sebagai apa ya...

Moh Hasanudin :

ijin share mas damar ...

Putu Surya Kentjana Putra :

mantap mas Damar...sy merasakan manfaat dari penjelasan anda terutama terjemahannya itu...kalimat kejawen tsb sudah sy kenal lam..matur nuwun...sy tunggu shar nya yang berikut...

Damar Shashangka :

@Mbak Evry : 'HU' atau 'HUWA' bermakna 'Dia'.

Sunan Kalijaga seringkali mengunakan kalimat :

YA HU

YA HU ALLAH

YA HU KAK (KHAQ)

Evry R Ayu :

Matur suwun mas

Rahayu...

Senin, 20 Juni 2011

DARMAGANDHUL (Kisah Kehancuran Jawa dan Ajaran-Ajaran Rahasia)





Darmagandhul

@Damar Shashangka

Diterjemahkan dari Sêrat Darmagandhul catatan induk

Asli peninggalan K.R.T Tandhanagara, Surakarta.

Hak cipta dilinduingi undang-undang

All rights reserved

Cetakan I : 2011

ISBN : 978-979-16110-6-0

Penerjemah: Damar Shashangka

Penyunting: Salahuddien Gz

Pemindai Aksara: Muhammad Bagus SM

Penggambar Sampul: Yudi Irawan

Penata Letak : MT Nugroho

Harga: Rp 75.000,- (460 hlm. Bookpaper)

Penerbit : DOLPHIN

Jln. Ampera II No.29, Jakarta Selatan.

Telp : 021-78847301

E-mail : bunda_laksmi@yahoo.com

P

ada suatu hari, Darmagandhul, seorang murid yang tajam hatinya, bertanya kepada gurunya, Kiai Kalamwadi, tentang awal mula kenapa masyarakat Jawa meninggalkan agama Buda dan beralih memeluk agama Islam. Pada saat itulah Kiai Kalamwadi mulai menyadari bahwa rahasia kehancuran Majapahit dan Jawa, yang disembunyikan para penguasa selama berabad-abad, patut dibabarkan kepada Darmagandhul, agar menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. Kiai Kalamwadi memperoleh pengetahuan itu dari gurunya, Raden Budi, yang mewarisi cerita sejarah dan ilmu-ilmu rahasia leluhur Jawa.

Melalui percakapan yang disenandungkan, Kiai Kalamwadi lantas berkisah tentang kehancuran Majapahit karena serangan Demak, yang dipimpin Raden Patah, putra kandung Prabu Brawijaya yang berkuasa, atas prakarsa para sunan. Serangan tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan para sunan untuk mengganti pemerintahan Majapahit yang mereka anggap kafir dengan pemerintahan Islam. Hanya Syekh Siti Jênar yang menolak rencana itu, sehingga ia dijatuhi hukuman mati. Sejak saat itu, kitab-kitab agama Buda dibakar nyaris tanpa sisa dan, karena hegemoni penguasa baru, masyarakat Jawa Buda berbondong-bondong memeluk agama Islam. Yang menolak masuk Islam kemudian mengasingkan diri ke hutan, pegunungan, dan Pulau Bali.

Semenjak terbit pertama kali dalam bahasa Jawa, Darmagandhul telah menuai kontroversi dan polemik tak berkesudahan di Tanah Air selama seratus tahun. Kitab ini bagai pisau bermata dua: dicintai kaum Kejawen dan Islam Abangan sekaligus dibenci kaum Islam Radikal. Kitab ini hadir dalam versi prosa dan tembang. Buku yang berada di tangan Anda saat ini merupakan terjemahan prosa sekaligus tembang, yang sudah sangat jarang ditemukan. Yang menjadi keistimewaan buku ini adalah: Damar Shashangka memberikan ulasan dan kritik tentang senjakala Majapahit serta ajaran Islam, Buda, dan Kejawen, demi mencari titik temu, intisari spiritual, di antara tiga kepercayaan tersebut.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Buku yang bisa dijadikan koleksi khusus. Dua versi Serat Darmagandhul yang kontroversial, ditampilkan dalam satu kemasan dalam buku ini. Versi Tembang (Puisi) yang pernah diterbitkan oleh Redaksi Almanak H. Bunning, Jogjakarta pada tahun 1920 bertuliskan huruf Jawa dan versi Gancaran (Prosa) yang pernah diterbitkan oleh TB. Sadu Budi, Surakarta pada tahun 1959, bertuliskan huruf latin.

Naskah dalam bentuk Tembang tidak banyak beredar di masyarakat. Namun naskah dalam bentuk Gancaran-lah yang beredar luas dan dikenal dimana-mana. Naskah terbitan T.B. Sadu Budi tersebut pernah dilarang pada era 50-an, tidak lama setelah beredar di tengah masyarakat. Pada tahun 1980-an, naskah ini beredar lagi. Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan Masyarakat (BAKORPAKEM) segera mengadakan razia dari rumah ke rumah. Hingga akhirnya, menjelang tahun 1998, naskah Serat Darmagandhul bisa dikenal dan beredar luas lagi.

Versi Tembang (Puisi) yang bertuliskan huruf Jawa sangat susah ditemukan. Paling banter yang bisa ditemukan adalah dalam versi Gancaran (Prosa). Kini penerbit Dolphin mengemas dua versi serat Darmagandhul tersebut dalam satu buku dan sudah disertai terjemahan dan ulasannya berjudul DARMAGANDHUL (Kisah Kehancuran Jawa dan Ajaran-Ajaran Rahasia)

Pesan ke saya akan saya beri kenang-kenangan berupa tanda tangan khusus untuk si pemesan. Kirim massage pemesanan (nama dan alamat lengkap) ke INBOX Face Book saya, "Damar Shashangka", atau melalui sms/tlp ke nomor hand phone 0818-102-767 atau bisa kirim e-mail ke damarshashangka@gmail.com (belum termasuk ongkos kirim) Buku akan dikirim melalui Pos/JNE. Pembayaran melalui transfer ke rekening:

BCA KCP Gondanglegi,Malang

No.Rek : 31-70-41-76-90

a/n : Anton Maharani