Rabu, 30 November 2011

CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON 2 Oleh : Damar Shashangka





CUPLIKAN NOVEL SABDA PALON 2
Oleh : Damar Shashangka


Setelah Novel SABDA PALON 1 meraih sukses dipasaran, menyusul segera terbit seri kedua. Melanjutkan kisah perkembangan Islam di pulau Jawa yang dimulai pada kisaran abad XV. Abad dimana perdagangan global mulai merambah Nusantara. Dipadu dengan kisah-kisah mitos Jawa yang masih belum banyak diketahui, terutama keberadaan tokoh DANG HYANG SABDA PALON.

Bagaimakah kisah dari Sayyid 'Ali Rahmad, Sayyid 'Ali Murtadlo dan Zanal Kabir selanjutnya? Dan bagaimana juga kisah pergulatan bathin dari Bhre Kêrtabhumi? Siapakah sosok Dang Hyang Sabda Palon itu? Apa hubungan beliau dengan Sang Hyang Tri Purusha, Sang Hyang Sapta Bathara dan Sang Hyang Panca Tirtha yang sangat dihormati di Bali?  Semua bisa disimak pada seri kedua ini.  Sebuah Novel yang sarat dengan sejarah perkembangan Islam di Jawa, sejarah leluhur Syiwa Buddha juga peranan orang-orang Tionghwa Muslim yang belum banyak diketahui !



Pupuh XVII
PANGERAN CHAMPA YANG TERPILIH.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

            Pusaran cahaya itu membludak sedemikian melimpah. Baru saja ditatapnya pendaran cahaya yang sedari tadi membuatnya dilanda rasa kepenasaran yang teramat sangat, mendadak, bagai gelontoran air bah, pusaran cahaya tiba-tiba saja menerjangnya tanpa ampun. Sebuah rasa dingin yang aneh, bagai dinginnya sapuan angin yang tidak begitu deras, dirasa menerpa sekujur tubuhnya seiring terjangan pusaran  itu!

            Bagai terpancang diatas bumi, tubuhnya sangat susah untuk digerakkan! Apakah dirinya masih berpijak diatas bumi? Entahlah! Tubuhnya sebegitu kaku. Sangat kaku. Bahkan untuk mengedipkan matapun tak mampu dilakukannya. Hanya kesadaran saja yang masih tetap bisa digerakkan. Dan dari sana, dari kedalaman kesadarannya, terus terlontar nama-nama Tuhan tanpa henti. Sedemikian deras nama-nama itu dikucarkannya, sederas terjangan pusaran cahaya yang datang semakin melimpah ruah!

            Dicobanya menarik nafas! Tapi tak terasa ada aliran udara! Apakah dia masih bernafas? Ya Allah! Detak jantungnya pun tak dirasakannya lagi. Lantas dia bisa bertahan hidup dengan apa? Bahkan kini, tak lagi dia bisa mengetahui, apakah dirinya masih mempunyai tubuh? Kepanikan yang melanda segera ditekannya kuat-kuat. Hanya Allah yang berkuasa atas dirinya. Hanya Allah yang harus memenuhi sekujur kesadarannya! Kini tak diketahuinya lagi, apa yang tengah terjadi dengan dirinya! Tak lagi diketahuinya dia berada dimana! Ya Alah! Ya Alah! Ya Allah!

            Dan pendaran cahaya yang menghempas-hempas itu semakin terang! Sangat-sangat terang dan menyilaukan! Bahkan kesadarannya pun kini seolah ikut terbuai oleh karenanya. Ada keterikatan aneh antara nama-nama Tuhan yang dikucarkannya terus menerus dengan hempasan cahaya itu! Ada keterpautan ganjil yang menyatakan secara tegas dalam dirinya, bahwa apa yang kamu ucapkan masih satu sumber dengan limpahan cahaya yang datang!

            Pelahan, ketenangan menyelinap direlung kesadarannya. Kini, dia pasrah. Pasrah segalanya. Dia akan menerima segalanya. Ketenangan yang memenuhi kisi-kisi kesadarannya menciptakan pendaran-pendaran baru yang lebih cemerlang! Dan diantara pendaran-pednaran cahaya itu, lamat-lamat, menampak sesosok tubuh!

            Kembali kesadarannya terhenyak! Siapa itu? Sosok apa itu?

            Dan sosok itu semakin membayang ditengah-tengah limpahan cahaya. Lamat-lamat pula, dalam kesadarannya mendengar suara aneh! Suara yang tak dia mengerti! Tidak! Dia menangkap maksud suara itu! Ya! Sosok itu memberinya salam! Ya! Walau dengan bahasa yang tak dikenalnya! Tapi dia paham! Sangat paham dan yakin bahwa itu ucapan salam! Dan ucapan itu harus dijawab dengan salam pula!

            “Alaikumussalam..” desis kesadarannya. Dia tak tahu apakah ucapannya akan didengar. Karena dia tak memiliki suara. Tak ada suara yang mampu dikeluarkannya. Bahkan bibir-pun tak tahu lagi apakah masih dia punyai!

            Ada getar hangat, getas kasih, getar senang yang terpancar dan dia merasakannya. Ya! Salamnya didengar dan mendapat sambutan!

            Menyusul terdengar lagi suara yang menerpa kesadarannya. Suara yang sama, yang tak bisa dimengerti. Namun tidak. Dia paham. Dia paham…

            “Anakku. Selamat datang di Yawadwīpa. Disinilah aku sekarang memilih untuk hadir ke dunia. Menunaikan tugasku. Tugas purba. Mengemban tanah Ataladwīapa yang telah tenggelam dahulu kala.”

            Tubuhnya tergetar. Ya! Tergetar! Tapi dia tak merasa mempunyai tubuh! Lantas apa yang tergetar? Ya Allah!

            “Dirimu telah terpilih disini. Dari dirimu akan memancar ajaran baru. Ajaran yang sementara waktu akan menggantikan ajaran purba. Ajaran yang dibutuhkan demi memberikan peringatan bagi penghuni bekas daratan Ataladwīpa. Ajaran yang semula manis, yang keluar dari pancaran tanganmu, akan memecah menjadi Dwijawara[1] di sisi kiri dan menjadi kendi berisi  Amrta[2] disisi kanan. Dwijawara dibutuhkan untuk membalaskan kesalahan-kesalahan penghuni tanah ini. Dan Amrita dibutuhkan sebagai pembasuh kekotoran-kekotoran itu. Dan seseorang yang terjatuh dengan darah meleleh dikakinya, dari dialah Dwijawara akan banyak bertumbuhan. Dan seseorang yang sebentar lagi akan engkau temui, seseorang berselimut wulung[3], dari dialah Amrta akan banyak terpancarkan. Dia akan dikenal sebagi Tirtha[4] dalam namanya. Kehadiranku kembali disini, untuk memastikan perubahan yang bakal terjadi, agar tak banyak menimbulkan korban. Tapi ingat-ingatlah, lima ratus tahun lagi, terhitung dari Sirna dan Hilangnya Gunung Besar bertahtakan pohon Bilwa[5] yang Tikta[6], kelak aku akan kembali lagi!”

            Ada hawa panas terasa! Dan pendaran cahaya sejenak kemudian bercampur warna merah darah! Warna itu memekat! Berputar-putar! Namun tampilan itu hanya sesaat! Kemudian hilang dan berganti pendaran cahaya yang terang seperti semula. Dan sosok yang samar, pelahan namun pasti, mulai terlihat dengan jelas!

            Kesadarannya siap! Ya! Siap untuk melihat dengan jelas wujud sosok itu!

            Dan yang semula berbayang, kini mulai menyata!

            Sesosok bercahaya, bertubuh gemuk dengan perut buncitnya! Dengan bulu janggut yang terurai. Tangan kiri membawa kendi! Tangan kanan membawa tasbih! Ya! Tasbih! Kesadaranya menggeragap! Ya Allah! Beliau itukah? Ya Allah!

            Sontak dia menghaturkan sembah hormat! Entah dengan cara apa! Tapi kesadarannya yakin dirinya telah mengangkat sembah tepat sebatas dada! Dan sosok itu mengangkat tangan kanannya! Memberikan restu! Kemudian raib begitu saja! Dan pendaran-pendaran cahaya, yang semula berlimpahan, sedikit demi sedikit mulai menyusut. Seiring susutan pendaran itu, perlahan dirasakannya tanah yang dijejakinya! Menyusul kemudian, tubuhnya menemukan bentuk kembali. Kini dia tahu mana kaki, mana paha, mana tangan dan mana kepalanya!

            Bahkan kini, dia tahu dirinya masih bisa bernafas. Dia juga tahu detak jantungnya masih ada! Dan seiring semakin menyurutnya cahaya yang terlihat, pening mendadak menguasai kepalanya!

            Tanpa sadar diangkatnya tangan memegangi kening! Dan tanpa sadar terucap sesuatu dari bibirnya.

            “Astaghfirullah!”
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Pupuh XXVI
NYI SYAMIROH

.........................................................................................................................................................................

Pasukan Pangeran Wirabraja masih bisa bertahan. Bersama sembilan ratus orang-orang China yang dibawanya, ditambah seribu orang China dari Tandhês, dia mengamuk dengan pedang ditangan! Gerakan mereka cepat bagai gerakan belalang! Pasukan Lasêm yang ikut dalam barisan pasukan bercadar terus bertambah! Sedikit demi sedikit, pasukan China dan pasukan Sayap Capit kanan Tuban mundur!

Bangkai orang bermata sipit mulai terlihat disana-sini dengan darah menggenangi tubuhnya! Teriakan kemarahan terus berkumandang dari pasukan bercadar!

“Bantai orang Atas Angin! Bantai orang Atas Angin!”

Pangeran Wirabraja menggeram marah!

“Aku orang Atas Angin! Siapa yang berani maju! Sini! Aku penggal kepala kalian! Bangsat!”

Pangeran Wirabraja menerjang berani dengan kudanya! Melihat Pangeran Lasêm tersebut merangsak dengan berani, beberapa orang China tumbuh semangatnya! Mereka bersorak-sorai ikut merangsak maju!

Pertempuran sengit terus berlangsung! Pangeran Wirabraja mengamuk dengan pedang ditangannya! Seorang pimpinan pasukan bercadar menyibak kerumunan dengan kudanya dan segera menghampiri Pangeran Wirabraja!

“Aku lawanmu!”

Pangeran Wirabraja membelalak dan memaki marah!

“Maju sini! Bangsat!”

Dengan bentakan keras, pemimpin pasukan bercadar langsung menerjang Pangeran Wirabraja! Kedua pedang mereka beradu! Sedemikian kerasnya hingga menimbulkan percikan api! Tangan masing-masing sampai kesemutan dan tergetar! Pangeran Wirabraja menggeram marah! Sempat dia menyabetkan pedangnya ke seorang prajurid bercadar yang hendak menusuk dari belakang! Satu sabetan telah mengenai leher dan membuat sosok yang hendak menyerangnya tumbang bermandi darah!

Diputarnya haluan kuda dan kembali menerjang lawannya, sang pemimpin pasukan bercadar! Sabetan terayun telak dan tepat mengenai dada lawan! Namun Pangeran Wirabraja memekik ketika mengetahui pedangnya tak sanggup melukai tubuh orang itu! Pedang Tiongkok setajam itu, bagai beradu dengan batu cadas yang keras! Tak ada darah! Bahkan lukapun tidak didada yang baru saja terkena pedang!

            “Hahahahaaha! Habiskan besimu goblog!”

            Orang itu memutar pedang dan menyabet leher! Pangeran Wirabraja menggeram dan menangkis serangan tersebut! Bunyi beradunya dua logam terdengar! Telak! Hampir saja Pangeran Wirabraja terjatuh karena kerasnya ayunan!

            Pangeran Wirabraja memutar tali kekang kudanya! Berputar hendak menerjang!

            Namun dilihatnya, pasukannya satu demi satu tumbang ketanah! Kini posisinya benar-benar terdesak!

            Segera diangkat pedangnya dan berteriak!

            “Mundur! Mundur!”

            Seluruh pasukan segera bergerak undur! Kocar-kacir! Satu dua terpapas pedang dan sekarat! Pasukan Pangeran Wirabraja bergerak undur! Diikuti pasukan Sayap Capit kanan! Pasukan bercadar bersorak-sorai! Dan pemimpin pasukan bercadar tertawa tergelak-gelak melihat pasukanTuban pontang-panting melarikan diri!

Disisi barat daya, kekalahan serupa terjadi. Pasukan Capit sisi kanan bergerak mundur. Pasukan bercadar terus merangsak maju dengan formasi Garuddha Wyuuha! Mereka mempermainkan pasukan yang kocar-kacir bagai seekor garudha mempermainkan anak ayam! Sesekali sayap kanan menyerang, kemudian bertahan dalam posisinya, menyusul sayap kiri menyerang, bertahan dalam posisinya, lantas kepala menyerang! Begitu seterusnya! Pasukan sisi barat daya benar-benar terdesak hebat!

.........................................................................................................................................


[1] Tawon penyengat

[2] Air kehidupan

[3] Hitam kebiru-biruan

[4] Air

[5] Pohon Maja

[6] Pahit



Segera terbit awal Januari 2012

1 komentar:

  1. mas dhamar ada kelanjutannya kah (3)? kok masih nanggung nich ceritanya...........en jangan dibanyakin setting perang nya, yang menarik soalnya di bagian intuisi imaginatif yang pas mbaca bikin.....nyut......en mrinding karena keindahan bahasanya, wah jadi kelingan danarto nih......kaya pupuh 17 buku kedua.
    asem kecut gula legi, nek kepencut ya dienteni....novelnya lagi

    BalasHapus