(oleh tjahja tribinuka, pengajar arsitektur ITS)
Arsitektur nusantara yang sangat dipengaruhi iklim tropis lembab memiliki kesamaan dalam proses dan memiliki perbedaan dalam produk. Tanah nusantara yang selalu labil oleh gempa dan banjir adalah hal yang paling diantisipasi, banyak rumah-rumah tradisional nusantara yang berbentuk panggung. Semakin rawan bencana, semakin tinggi pula bentuk panggungnya. Di bawah panggung adalah ruang negatif yang dipergunakan untuk hal-hal tidak penting, seperti menyimpan barang dan hewan. Hampir seluruh rumah nusantara kuno selalu mengutamakan ruang luar bagi bangunannya. Ruang luar itulah ruang keluarga bagi mereka, gugusan bangunan adalah kamar-kamarnya.
Gambar 1b. Studi karakteristik arsitektur nusantara, berpola panggung untuk lokasi rawan, menempel tanah untuk lokasi aman, beratap tinggi untuk mengantisipasi panas matahari, serta selalu terbuka dan bersahabat dengan iklim.
gambar 1b
Masyarakat nusantara kuno berusaha menyatu dengan iklim. Kita bisa melihat relief candi bahwa orang-orang masa lalu selalu bertelanjang dada baik pria maupun wanita. Percandian merupakan kompleks peribadatan yang terpengaruhi agama Hindu dan Budha. Masa lampau kedua agama ini berasal dari India. Namun demikian, dari relief pula, maka penampilan manusia lampau pada relief candi di India, badannya selalu ditutup kain, menunjukkan ganasnya iklim. Jadi bukan masalah candi dan agamanya, namun relief lebih dipelajari pada kondisi dan filosofi masyarakat pada saat itu. Tentunya masalah prinsip kehidupan ini juga akan berpengaruh pada perwujudan arsitektur.
Gambar 2b. Perbandingan karakter manusia dari relief candi di India dengan relief candi di Indonesia
gambar 2b
Sebuah contoh kenusantaraan yang dapat dipelajari adalah arsitektur jawa kuno. Dalam kasus ini diambil arsitektur kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan besar yang pernah menyatukan nusantara. Masyarakat majapahit sangat menghargai matahari sebagai salah satu sumber kehidupan. Penghargaan ini tampak pada lambang kerajaan majapahit yang berbentuk matahari, orang menyebutnya dengan surya majapahit.
Gambar 3b. Surya Majapahit sebagai lambang kerajaan Majapahit masa lampau
gambar 3b
Gambar 4b. Analisis bentuk arsitektur dari relief candi di Jawa,
gambar 4b
Pada intinya, tulisan ini bertujuan untuk mencari kembali asitektur nusantara, bukan dari produknya, tapi dari prosesnya. Pencarian arsitektur nusantara bukan hanya pada aspek tangible, tapi juga (dan justru lebih penting) dari aspek intangible.
Sumber :
http://www.putumahendra.com/?p=416
Tidak ada komentar:
Posting Komentar