Sabtu, 14 Agustus 2010

SERAT GATHOLOCO (16) HABIS



Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa

yang disimpan oleh

PRAWIRATARUNA.

Digubah ke aksara Latin oleh :

RADENTANAYA

Diterjemahkan dan diulas oleh :

DAMARSHASHANGKA




PUPUH XI

Kinanti



1. Gatholoco praptanipun, ing Cepekan pondhok santri, langkung sukaning wardaya, aningali para murid, samya sanget kurmatira, dhumateng Sang Gurunadi.

Kedatangan Gatholoco, dipondok pesantren Cepekan, sangat suka didalam hati, begitu melihat para murid,sangat patuh menghormati, kepada Sang Gurunadi (Guru Kehidupan).

2. Nulya minggah langgar gupuh, sesalaman genti-genti, riwusnya samya salaman, para murid nilakrami, wilujeng rawuh paduka, Gatholoco anauri.

Segera naik keataslanggar, bersalaman berganti-ganti, selesai bersalaman, seluruh murid menanyakankabar, keselamatan atas kedatangan (Gatholoco), Gatholoco menjawab.

3. Iyasaking pandongamu, ingsun ginanjar basuki, sasuwene ingsun tilar, sira kabehanak murid, apa padha kawarasan, santri murid awot sari.

Atas doa kalian semua, aku dianugerahi keselamatan, selama aku tinggal pergi, kalian semua anak muridku,apakah selamat juga, seluruh santri menjawab mengiyakan.

4. Pangestu brekah pukulun, palimarmaning Hyang Widdhi, sadaya kawilujengan, maksih langgeng kados lami, Gatholoco angandika, Kapriye wulangku nguni.

Atas restu dan berkah paduka, sehingga anugerahHyang Widdhi, membuat kami semua disini selamat sejahtera, tetap tidak berubahseperti dulu, Gatholoco berkata, Bagaimana dengan yang aku ajarkan dulu?

5. Apasira isih emut, sokur lamun ora lali, aturnya maksih kemutan, Kawula sanget kapengin, nuwun mugi kasambungan, lajengipun kados pundi.

Apakah kalian semua masih mengingatnya? Sukurlah jika tidak lupa. Semua menjawab masih ingat, Kami bahkan ingin, agar ditambah wejangan, wejangan selanjutnya bagaimanakah?

6. Gatholoco alon muwus, Panjalukmu sun turuti, sireku aywa sumelang, uga bakal sun sambungi, lah mara padha rungokna, manira tutur saiki.

Gatholoco pelan menjawab, Permintaan kalian akan aku turuti, jangan khawatir, akan aku tambah wejanganku, nah sekarang dengarkanlah, aku hendak memberikan wejangan.

7. Nugrahaning Buddhi iku, saurana Tri Prakawis, Cipta Ning kang kaping pisan, Panggraita kaping kalih, Sang Panyipta kaping tiga, Kanugrahaning Roh kuwi.

Anugerah Buddhi(Kesadaran), ada tiga macam, Cipta Ning (Pikiran menjadi hening) yang pertama, Panggraita (Perasaan murni) yang kedua, Sang Panyipta (Yang Mencipta) ketiga (maksudnya siapa saja yang Kesadarannya meningkat, maka dapat ditandai dengan tiga hal, Pikiran liar menjadi hening, Perasaan menjadi murni dan Kesadaran hanya akan menjadi perwujudan Sang Pencipta yang murni, tidak neko-neko, tidakcemas, tidak khawatir hanya menjadi perwujudan Kesadaran murni Sang Pencipta/Tuhan: Damar Shashangka), Anugerah Roh itu.

8. Sauranaiku Telu, ana dene ingkang dhingin, Urip Tan Kalawan Nyawa, ingkang kaping kalih kuwi, Ora Angen-Angen liyan, Allah Kewala kaping tri.

Ada tiga juga, yangpertama, Hidup tanpa nyawa (maksudnya hidup tanpa kehidupan selayaknya makhluk biasa. Makhluk biasa hidup ditandai dengan adanya nafas, yang telah mendapat anugerah kembalinya kemurnian Roh, maka dia telah hidup tanpa nafas, hidup tanpa darah, hidup tanpa detak jantung, hidup tanpa pergerakan paru-paru, dll.Nafas, pergerakan paru-paru, detak jantung, mengalirnya darah, adalah tanda-tanda makhluk BERNYAWA, namun siapa saja yang telah murni Roh-nya, maka dia telah HIDUP TANPA MEMBUTUHKAN SARANA-SARANA PENUNJANG ITU SEMUA, dan bisa disebut TELAH HIDUP TANPA NYAWA : Damar Shashangka), yang kedua, tak ada yang disadarinya lagi, kecuali hanya ALLAH saja dan yang ketiga.

9. Tan ana woworanipun, ingkang Wahdatilwujudi, Nugrahan Sakarat pira, saurana Tri prakawis, kang dhingin Adhepanira, Idhep ingkang kaping kalih.

Tak bisa dibedakan lagi, yang disebut Wahdatulwujud (Kesatuan Wujud ~ Wujud Allah dan wujud Roh telah melebur jadi satu : Damar Shashangka), Anugerah Sekarat ada tiga, yang pertama Arah Hadapmu (Adhep), Pikiran yang bulat (Idhep) yang kedua.

10. Madhep ingkang kaping telu, lamun sira den takoni, Nugrahaning Iman pira, saurana TriPrakawis, Sokur ingkang kaping pisan, Tawakal ingkang ping kalih.

Niat yang mantap (Madhep) yang ketiga (maksudnya manusia bisa dikatakan mendapatkan anugerah disaat kematian jika saat itu tiba Arah Hadap jiwa hanya satu kepada SUMBER ABADI,Pikiran hanya bulat kuat kepada SUMBER ABADI, dan Niat hanya satu terarah kepada SUMBER ABADI ~ Adhep, Idhep, Madhep, jika tidak maka dia akan kembali jatuh kedunia, akan terlahirkan kembali karena pikirnnya dipenuhi keduniawian : DamarShashangka), Anugerah Iman, ada tiga macam, Bersyukur yang pertama, Tawakkal (Pasrah) yang kedua.

11. Sabar ingkang kaping telu, pira Nugrahaning Tokid, saurana Dwi Prakara, krana Tetep ingkang dhingin, Wadi kaping kalihira, Nugrahan Makrifat Jati.

Sabar yang ketiga (manusiabisa disebut mendapatkan anugerah keimanan jika sudah mampu bersikap Sukur, Pasrah dan Sabar : Damar Shashangka), Anugerah Tokid (Tauhid), ada dua macam, Krana Tetep (Tetap Tunggal Adanya) yang pertama, dan Wadi (Rahasia) yang kedua (maksudnya manusia bisa disebut mendapat anugerah akan Tauhid jika memahami bahwa semua ini TETAP DALAM SATU KESATUAN TAK TERPISAHKAN dan memahami RAHASIA BAHWA TIADA YANG LAIN SELAIN TUHAN DISELURUH ALAM INI : Damar Shashangka), Anugerah Makrifat Sejati.

12. Sira sumaura gupuh, iku namun saprakawis, Ana Ing Kahananira, Anenggih Karsa:Rasaning, Rasa Wisesa Prayoga, Martabate Kramat kuwi.

Jawablah dengan cepat, hanya ada satu macam, Berada Pada Keberadaan-Nya, dan kehendak makhluk, menjadi rasa sejati yang berwenang dalam kemurnian sempurna, Martabat/Tingkatan/Uraian Kramat (Karomah/Kemuliaan) itu.

13. Mangretine ana Telu, Karem Apngal Para Mukmin, Para Wali Karem Sipat, a-Karem Dzat Para Nabi, lire Karem Ing Dzatullah, ya sok ana asihaning.

Sungguh ada tiga tingkat, Lebur dalam Apngal (Af-'al : Perbuatan/Aktifitas Tuhan) bagi para mukmin, bagi para Wali lebur dalam Sipat (Sifat : Watak Tuhan), sedangkan para Nabi lebur kedalam Dzat ( Dzat : Keberadaan Sejati Tuhan). Yang dimaksud dengan lebur kedalam Dzatullah (Dzat Allah), senantiasa dalam KASIH-NYA.

14. Ingkang Karem Sipat iku, uga ana gumletheking, lire Karem Apngalullah, mila ana obah osik, yen sebit paningalira, ening kabuka sayekti.

Yang lebur dalam Sifat, senantiasa dalam KEDAMAIANNYA, yang lebur dalam Apngalullah (Af-'alullah :Perbuatan Allah), seluruh diam dan geraknya untuk Allah, jika tajam kesadarannya, dan hening kekotoran batinnya, akan mampu membuka rahasia sejati.

15. Ing Sipat Jalal puniku, Jamal Kamal Kahar nenggih, dumadine imanira, sakbul gumletheking ati, dadine oleh sampurna, sampurnaning gesang nenggih.

Membuka kesejatian Jalal (YangAgung), Jamal (Yang Cantik) Kamal (Yang Sempurna) dan Kahar (Yang Kuasa), akan menjadi iman kalian yang nyata (keyakinan yang benar-benar telah menyaksikan sendiri), menjadikan Kedamaian jiwa, memperoleh kesempurnaan, kesempurnaan hidup yang sesungguhnya.

16. Martabate Nyawa iku, lamun sira den takoni, kathahe namung satunggal, iya iku Roh Ilapi, mung sawiji marganira, tegese Urip puniki.

Martabat/Tingkatan/UraianNyawa (Hidup), jika kalian ditanya, jawabannya hanya ada satu, yaitu Roh Idhofi (Ruh Yang Menguatkan), hanya satu keberaadaannya, sesungguhnya (Roh Idhofi) itu tak lain adalah HIDUP ini.

17. Ora nana Urip telu, ingkang mesthi mung sawiji, lamun sira tinakonan, endi Allah ing saiki, iku nuli saurana, sapa ingkang ngucap kuwi.

Tak ada HIDUP bercabang tiga, hanya ada satu, jika kamu ditanya, dimanakah Allah sekarang? Jawablah, Siapakah yang berani bertanya tadi?

18. Aja ta sireku umyung, yen sira dudu Hyang Widdhi, yektine ingkang den ucap, kang ngucap tan liyan Widdhi, nanging kudu kawruhanana, ing Panarima sayekti.

Janganlah kamu bingung (hai yang bertanya), JIKA DIRIMU BUKAN PERWUJUDAN HYANG WIDDHI/ALLAH (LANTAS SIAPAKAH DIRIMU), SESUNGGUHNYA APA YANG KAMU UCAPKAN, BERIKUT YANG MENGUCAPKAN TAK LAIN SEMUA ADALAH HYANG WIDDHI ITU SENDIRI. Akan tetapi harus benar-benarkamu sadari sendiri hal itu, dengan segala pemahaman total yang ada pada dirimu.

19. Ana ingkang Nrima iku, Kaya Toya lawan Siti, lawan ingkang Kaya Udan, apa dene Kaya Wesi, kalawan Kaya Samudra, ingkang Kaya Lemah Warih.

Pemahaman total itu,bagaikan Air dan Tanah, dan juga bagaikan Hujan, bagaikan Besi pula, juga bagaikan Samudera. Yang dimaksud bagai Tanah dan Air.

20. Den Rumesep tegesipun, Ora Pegat Kang Rohani, tegese kang Kaya Udan, Datan PegatTingalneki, ana maneh Kaja Tosan, Sakarsanira Mrentahi.

Resapilah segala pemahaman itu, tiada putus jiwamu (siang malam) meresapi tentang kesatuan wujud itu, yang dimaksud bagaikan Hujan, tak terputus melihat segala isi dunia adalah wujud-Nya (bagaikan rintik hujan yang sambung menyambung tiada putusnya), dan yang dimaksud bagaikan Besi, sekehendak yang membuat.

21. Ginaweya arit wedhung, pethel wadhung kudi urik, Ora Owah Sipatira, Isih bae Wujudneki, ingkang upama Samudra, Pituduh ingkang prayogi.

Hendak dibuat jadi celurit linggis, palu kampak senjata, Tapi tidak terpengaruh sifat besinya, tetap berwujud besi (begitu juga walau berwujud bermacam-macam, jangan terkecoh bahwa semua itu hanya perwujudan dari Tuhan semata), yang bagaikan Samudera, telah mendapatkan kesadaran yang sesungguhnya.

22. Puniku mesthine antuk, ing ujar sakecap tuwin, ing laku satindak lawan, ameneng sagokan nenggih, lamun wis Kaya Samudra, Ora Owah Tingalneki.

Telah menyadari, bahwa setiap ucapan, setiap langkah, diam dan gerak, semua bagaikan Samudera (dengan ombaknya ~ tak terpisahkan mana Tuhan mana Hamba), Tiada lagi Goyah Kesadarannya.

23. Sira andulu dinulu, ora nana tingal kalih, ora nana ucap tiga, dadi sampurna salating, weruh paraning sembahyang, weruh paraning ngabekti.

Yang melihat (Hamba) dan Yang Dilihat (Gusti), tiada lagi dua, tiada lagi ucapan bercabang tiga, inilah kesempurnaan shalat, tahu arah menyembah, tahu arah berbakti yang sesungguhnya.

24. Nyata bener ora kusut, lan weruh paraning osik, weruh paraning neng-ira, weruh paraning miyarsi, weruh paraning pangucap, weruh paran ngadeg linggih.

Nyata berdiam dalam Benar yang tanpa kesalahan, tahu asal gerak hati, tahu asal diamnya hati, tahu asal pendengaran, tahu asal pengucapan, tahu asal berdiri dan duduk kita siapa yang menggerakkan.

25. Lan weruh paraning turu, weruh paranira tangi, weruh paraning memangan, weruh paran nginum warih, weruh paran ambebuwang, weruh paran sene nenggih.

Tahu asal tidur, tahu asal jaga, tahu asal makan, tahu asal minum, tahu asal membuang kotoran, tahu asal membuang air seni.

26. Weruh parang seneng nepsu, weruh paraning prihatin, weruh paran ngidul ngetan, mangalor mangulon kuwi, weruh paraning mangandhap, weruh paraning manginggil.

Tahu asal kesenangan dan nafsu, tahu asal jiwa yang penuh kekuatan menahan hawa nafsu, tahu tempat selatan dan timur, utara barat sesungguhnya, tahu arah bawah, tahu arah atas yang sesungguhnya.

27. Weruh paran tengah iku, weruh paranira pinggir, weruh paraning palastra, weruh paranira urip, weruh kabeh kang gumelar, kang gumreget kang kumelip.

Tahu arah tengah, tahu arah pinggir, tahu tujuan kematian, tahu tujuan hidup, tahu segala hal yang mewujud, yang bergerak dan yang berkelip-kelip ini semua.

28. Tan samar weruh sadarum, anane samita iki, sira kabeh poma-poma, anakingsun para murid, sireku aywa sembrana, weruha rasaning tulis.

Tiada samar lagi mengetahui semuanya, semua wejanganku ini, wahai kalian semua ingat-ingatlah,oh anak muridku, jangan sampai ceroboh, harus memahami inti sari tulisan.

29. Dene sira yen wis weruh, kekerana ingkang werit, aywa umyung pagerana, aywa sembarangan kuwi, nganggo duga kira-kira, aywa dumeh bisa angling.

Jikalau kalian sekarang sudah memahami, jagalah benar-benar, jangan gampang diucapkan dan pagarilah,jangan sembarangan diucapkan, harus memakai kira-kira dan tempat yang sesuai, jangan hanya asal bisa bicara.

30. Lan maneh aywa kawetu, mring wong ahli sarak nenggih, yen maido temah kopar, karana rerasan iki, ora amicara sarak, amung Sajatining Ilmi.

Dan lagi kalau bisa jangan sampai terdengar, kepada ahli Sarak (Syari'at), jika berbantahan dengan merekaakan sia-sia, sebab wejangan ini, tidak lagi membahas sarak (syari'at), akan tetapi membahas Sejatinya Ilmu.

31. Ingkang renteng ingkang racut, tan ana kaetang malih, caritane soal ika, padha anggitening batin, dadi wijange sadaya, sira ingkang ahli buddhi.

Yang tertata dan yang terjaga, tak ada lagi yang perlu diwejangkan, tentang hal ini semua, masukkan dalam batinmu masing-masing, sehingga kamu bisa membuktikannya sendiri, wahai kalian ahli Buddhi (Ahli Kesadaran)!



(Selesai)




(14 Agustus 2010, by Damar Shashangka)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar