Hasrat sex tidak bias dinafikan. Sex adalah alamiah. Tanpa sex, atma-atma yang hendak lahir kembali untuk meneruskan proses evolusi (Parinaama)-nya dalam bentuk Dewa, Manusia maupun Asura, tidak akan bisa melanjutkan proses tersebut.
Hanya melalui kegiatan sexual antara spesies jantan dan spesies betina, maka proses awal untuk menciptakan wahana fisik bagi atma-atma tersebut dapat dipastikan akan terjadi.
Berjuta-juta atma, tertampung dalam tes-tis kemaluan spesies jantan yang dinamakan SUKLA (Sperma). Atma-atma ini siap untuk dipancarkan kedalam BHAGA (Rahim) spesies betina demi untuk mencari SVANITA (Sel telur) yang merupakan wujud mula-mula dari fisik makhluk kelahiran JARAYUJA (Yang lahir dari rahim).
Model SUKLA atau Sperma melakukan pencarian ‘wadah’ fisik dalam wujud SVANITA atau Sel telur, sudah dirancang sesuai penciptaan awal semesta raya.
BRAHMAN yang tanpa sifat, tanpa wujud, tanpa atribut, melampaui segalanya, sumber segalanya, tak terfikirkan, tak terbayangkan, mengatasi segala kondisi dan konsep, yang merupakan KESEMPURNAAN SEJATI, KESADARAN SEJATI, KEBAHAGIAAN SEJATI, suatu ketika berkehendak untuk mewujud.
BRAHMAN akhirnya mempersempit DIRI-NYA, menaifkan DIRI-NYA. DIA yang tak berwujud, akhirnya mewujud karena kehendak-Nya. BRAHMAN yang menurunkan Kesadaran-Nya ini lantas disebut PURUSHA (Yang Berkehendak, Yang mempunyai Kehendak). Dan bersamaan dengan penurunan Kesadaran-Nya, muncul pula bayangan-Nya, bayangan ini membentuk cikal bakal materi semesta raya, disebut PRAKRTI (PRA : SEBELUM, KRTI : MEMBUAT. PRAKRTI, Bahan awal sebelum penciptaan terjadi).
Bertemunya PURUSHA dan PRAKRTI, terciptalah materi fisik alam semesta dimana PURUSHA sebagai intinya. Dari pertemuan ini, maka PURUSHA terselimuti PRAKRTI. Terselimuti kondisi nyata. Jadilah PURUSHA mendapat gelar MAHA. Maha Suci, Maha Kuasa, Maha Tahu dan segala jenis Maha. Pun karena PURUSHA bertemu dengan PRAKRTI, maka memancarlah dari diri PURUSHA bermilyard-milyar ATMA (Roh), bahkan lebih. Jatuhlah percikan-percikan suci ini kedalam kondisi dunia, kondisi yang menyedihkan. Dan untuk memberikan jalan kembali menyatu dengan PURUSHA, maka Atma-atma ini harus berevolusi, dan Atma membutuhkan jasad fisik untuk itu. Maka dari PRAKRTI terciptalah jasad-jasad fisik sebagai wahana Atma melakukan evolusi.
Tanpa jasad fisik, Atma tidak bisa melakukan evolusi. Setiap Atma harus melalui kelahiran dan kematian berulang-ulang. Mulai dari jenis kehidupan terendah, yaitu tumbuhan bersel satu, lantas meningkat hingga lahir menjadi hewan bersel satu hingga akhirnya pantas lahir menjadi Dewa, Manusia atau Asura.
Dan pada ujungnya, Atma bisa menyatu dengan PURUSHA kembali dan PURUSHA lebur lagi kedalam BRAHMAN.
Terciptanya jasad fisik Dewa, Manusia maupun Asura, hanya bisa terjadi jika ada hubungan sexual. Hubungan sex adalah prasarat mutlak yang harus dilalui untuk membantu atma-atma lain lahir kedunia.
Kenikmatan sexual manakala orgasme terjadi, hanyalah gambaran kecil, miniatur dari KENIKMATAN SEJATI. Fenomena orgasme pada kondisi klimaks dalam sebuah persenggamaan sesungguhnya hanyalah mengingatkan kepada seluruh makhluk hidup, bahwa seperti itulah setitik gambaran KEBAHAGIAN SEJATI, tempat asal mula kita dulu.
Jangan mentabukan sexualitas. Jangan menganggap kotor sexualitas. Konyolah mereka-mereka yang mengangap kegiatan sexualitas adalah menjijikkan. Bodohlah mereka-mereka yang mendogma kita untuk menajiskan sex. Kita hanya akan menjadi orang hipokrit apabila memaksakan diri menjejalkan dogma-dogma semacam itu dibenak kita!
Sexualitas adalah MATA RANTAI EVOLUSI, penghubung kita dengan KESEMPURNAAN SEJATI, BRAHMAN.
Dan leluhur Jawa jauh-jauh hari, sebelum kedatangan dogma-dogma aneh dibumi Nusantara, telah memahami akan keutamaan sex sebagai Mata Rantai Evolusi. Leluhur Jawa telah mengabadikan ajaran ini dalam bentuk 20 (Dua Puluh) suara yang pada kemudian hari berkembang menjadi huruf Jawa.
Dua puluh suara tersebut adalah sebagai berikut
(Gambar lihat diatas)
Perhatikan huruf ke-6 ‘DA’ dan huruf ke-12 ‘DHA’. Serta huruf ke-7 ‘TA’ dan huruf ke-19 ‘THA’.
Untuk huruf ‘DA’ dan’DHA’ ,pengucapannya beda tipis.
‘DA’ pengucapannya seperti mengucapkan huruf pada kata ‘TH-at, TH-ey, TH-ere, TH-is, TH-e’ dalam Bahasa Inggris.
Sedangkan ‘DHA’ pengucapannya seperti mengucapkan huruf pada kata ‘D-etonator, armage-D-on, D-on juan’ dalam Bahasa Inggris.
Untuk huruf ‘TA’ pengucapannya seperti mengucapkan huruf pada kata ‘ki-TT-y, pro-T-ec.
Dan huruf ‘THA’ pengucapannya seperti huruf ‘T’ yang diucapkan orang Bali.
Dalam Dua puluh suara yang berbeda tersebut , orang Jawa semenjak dulu membacanya selalu lima suara dalam satu pengucapan. Jadi dalam membaca dua puluh suara, orang Jawa mengucapkannya dalam empat ucapan. Jelasnya seperti ini.
HANACARAKA (Satu pengucapan)
DATASAWALA (Satu pengucapan)
PADHAJAYANYA (Satu pengucapan)
MAGABATHANGA (Satu pengucapan)
Tidak pernah dari semenjak dulu orang Jawa mengucapkan seperti contoh ini :
HANACARAKADATA
SAWALAPADHAJA
YANYAMA
GABATHANGA
Dalam setiap satu pengucapan yang semenjak dulu telah dilakukan oleh orang Jawa, sebenarnya mengandung arti yang sangat dalam.
1. HANACARAKA
Artinya :
ADA UTUSAN
HANA : ADA
CARAKA : UTUSAN
2. DATASAWALA
Artinya :
TIDAK BISA/TIDAK MAMPU/TIDAK DPAT MENGHINDARI
DATA(N) : TIDAK BISA/TIDAK DAPAT/TIDAK MAMPU
SAWALA : MENGHINDARI/MENGINGKARI/MENOLAK
3. PADHAJAYANYA
Artinya :
SAMA-SAMA JAYA
PADHA : SAMA-SAMA
JAYANYA : KUAT/JAYA/IMBANG
4. MAGABATHANGA
Artinya :
MENDAPATI JASAD MATI
MAGA (MANGGIH) : MENEMUI/MENDAPATI
BATHANG-A : JASAD MATI/BANGKAI
Apakah arti dari keempat baris kalimat diatas. Tak lain adalah sebagai berikut :
1. HANACARAKA (ADA UTUSAN)
Kelahiran atma dalam wujud manusia adalah kelahiran utama dari berbagai jenis kelahiran yang lain. Evolusi atma yang terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat ALAM SURGA ( SVAH LOKA ), ALAM NERAKA ( BVAH LOKA ) dan ALAM BUMI ( BHUR LOKA), mencapai puncaknya dalam wujud MANUSIA.
Perjalanan atma dalam permulaan evolusinya dari tumbuhan ke hewan yang berada di ALAM SURGA, ALAM NERAKA dan ALAM BHUMI, pada ujung mata rantai evolusi, sebelum mencapi KESEMPURNAAN SEJATI, BRAHMAN, para atma, baik dari ALAM SURGA dan ALAM NERAKA, harus lahir dalam bentuk MANUSIA di ALAM BHUMI.
Bersyukurlah kita yang sudah mampu lahir menjadi manusia.
Upabhogaih parityaktam naatmaanamavasaadayet,
Channdaalatvepi maanusyyam sarvvatha taata durlabham,
Iyam hi yonih prathamaa yam praapya jagatii pate,
Aatmaanam shayate traatum karmabhih shubha laksyannaih.
(Sarasamushcaya : 3-4 )
“Karena itu, janganlah bersedih walaupun hidupmu tidak bahagia. Berbesar hatilah karena kamu telah mampu lahir sebagai manusia. Sebab sangatlah sukar untuk lahir menjadi manusia, walaupun yang hina sekalipun. Sungguh-sungguh utama dapat lahir sebagai manusia, karena mampu menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Demikianlah keunggulan lahir menjadi manusia.”
(Sarasamushcaya : 3-4 )
Mengapa lahir menjadi manusia dikatakan lebih unggul? Karena hanya dalam wujud manusia, RWABHINEDA atau DUALITAS (Senang-Sedih, Suka-Duka, Panas-Dingin dll) tersedia dalam kondisi setimbang. Kondisi seperti ini sangat menunjang peningkatan KESADARAN sebagai prasarat mutlak meraih Moksha.
Berbeda dengan ALAM SURGA, dimana kesenangan lebih menonjol dari kesedihan dan begitu juga di ALAM NERAKA, kesedihan lebih menonjol dari kesenangan. Baik ALAM SURGA maupun ALAM NERAKA tidak menunjang peningkatan kesadaran. Lantas menjadi aneh jika kita mengingini lahir di ALAM SURGA.
Manusia adalah spesies pilihan. Sehingga manusia disebut CARAKA atau UTUSAN.
HANACARAKA berarti ADA UTUSAN. Siapakah itu ? MANUSIA, spesies keturunan MANU.
Manusia adalah UTUSAN BRAHMAN, DUTANING GUSTI. Setiap manusia adalah UTUSAN. I’m The Prophet, You are The Prophet, We are The Prophet. It’s True!
Leluhur kita sudah memahami hal ini. Kesadaran leluhur kita sudah lebih tinggi setingkat daripada kesadaran kita yang tengah hidup dialam modern sekarang!
2. DATASAWALA (TIDAK BISA MENGINGKARI)
Lahir dalam wujud manusia, tidak akan mampu mengingkari adanya KAMA dalam dirinya. KAMA adalah keinginan, lebih condong dengan libido. DATASAWALA atau TIDAK BISA MENGINGKARI bahwasanya KAMA adalah salah satu sifat yang ada dan diperlukan demi untuk perkembang biakan dan mata rantai evolusi atma-atma yang belum terlahirkan. Tanpa KAMA tanpa KEINGINAN BERSETUBUH, proses evolusi akan stagnan, mandheg!
Keinginan bersetubuh bahkan lebih mendominasi seluruh perwatakan manusia. Didorong keinginan ini, ketertarikan kepada lawan jenis muncul. Munculnya ketertarikan memicu adanya kreatifitas. Kreatifitas berhubungan erat dengan KAMA atau libido!
Anda berusaha berkomunikasi semenarik mungkin, anda mengenakan pakaian indah, anda mematutkan sikap dan kepribadian anda, anda berkarya dalam bidang seni, anda bekerja siang dan malam, sesungguhnya hampir separuhnya didorong oleh KAMA!
Bahkan, ketabahan, kesetiaan, pengorbanan, pelayanan, dapat muncul secara mengagumkan karena didorong oleh KAMA!
Hampir separuh lebih dari aktifitas anda, disadari atau tidak, semua demi mendapat pengakuan dari lawan jenis. Hal ini tidak bisa diingkari. Sigmud Freud, pakar ilmu Psikologi modern, membenarkan akan hal ini!
Pada tahap GRAHASTA atau tahap kehidupan menikmati keduniawian, KAMA tidak bisa tidak mendominasi setiap aktifitas kita. Selama kita masih hidup pada tingkatan GRAHASTA, sifat KAMA tidak harus diingkari. Anda hanya akan menjadi bingung jika mengingkarinya. Anda hanya akan mencuri-curi jika menikmatinya.
Baru pada tahap kehidupan WANAPRASTHA atau kehidupan melepas kenikmatan duniawi, dimana kita telah melihat keturunan kita sudah mapan dalam artian sudah mampu mandiri, maka sudah saatnya sifat KAMA ini diarahkan sebagai ketertarikan kepada BRAHMAN. Kecintaan kepada Illahi.
Jangan coba-coba menempuh WANAPRASTHA dimasa anda masih dalam taraf GRAHASTA. Dimasa mana anda masih belum puas dengan keduniawian. KITA HANYA AKAN MENJADI SRIGALA BERBULU DOMBA. MENOLAK SEGALA BENTUK SEXUALITAS DILUARAN, TAPI DIAM-DIAM MENIKMATINYA DIBELAKANG! Dan sikap-sikap seperti ini, adalah penyakit umum kita sekarang.
Ikutilah tahap-tahap kehidupan yang sudah ditetapkan didalam Veda, maka kita tidak akan menjadi manusia hipokrit!
3. PADAJAYANYA ( SAMA-SAMA JAYA/ BERIMBANG)
Ketertarikan, keterpikatan, pada ujungnya akan mengarah pada hubungan sexual sebagai bentuk penyaluran rasa sayang, rasa ingin memberi satu sama lain, ingin melayani satu sama lain, ingin memuaskan satu sama lain.
Dalam sebuah hubungan sex, segala sifat-sifat baik sebenarnya tertumpahkan, hal ini kita akui atau tidak.
Kita akan senang melihat yang kita sayangi merasakan kebahagiaan, puas melihat yang kita sayangi menikmati kenikmatan, rela melakukan apapun asal bisa menyenangkan pasangan, kita jadi rela berbagi, saling memberi.
Dalam sebuah hubungan sex, egoisme kita tanpa terasa terkesampingkan sudah! Se-arogan apapun seorang manusia, se-egois apapun seorang manusia, manakala tengah melakukan hubungan sex dengan yang disayanginya, akan berubah tanpa sadar menjadi ‘sosok penuh pelayanan’. Fenomena yang aneh dan seringkali tidak kita sadari. Lalu lantas mengapa kita menajiskan sex?
Dalam hubungan sex yang sesungguhnya, hubungan antara dua pasang kekasih yang saling mencintai, segala watak-watak utama tercurahkan! Pepatah Jawa mengambarkan hal ini dalam satu kata : SAROTAMA. SARU artinya TABU, TAMA atau UTAMA artinya penuh bermunculan sifat-sifat utama. Konon SAROTAMA adalah sebuah senjata yang dimiliki Arjuna. Menyimbulkan, watak-watak yang muncul dalam sebuah hubungan sexual, seharusnya diaplikasikan juga dalam kehidupan sehari-hari diluar hubungan sex itu sendiri kepada seluruh makhluk. Dan Arjuna, mampu melakukan hal itu.
Watak ingin memberikan yang terbaik, pelayanan, pengorbanan, kerelaan, diterapkan benar-benar kepada semua makhluk hidup tanpa kecuali. Dan ingatlah, watak-watak itu ada pada diri kita sesungguhnya. Dalam sebuah hubungan sex, watak-watak ini tanpa anda sadari bisa keluar dengan sendirinya!
PADHAJAYANYA artinya SAMA-SAMA JAYA, BERIMBANG. Dimana kedua pasangan sama-sama berimbang dan kuat saling berbagi sepenuh hati. Yang menajiskan sex, sama sekali tidak bisa mengambil pelajaran berharga dari sebuah fenomena sexualitas. Sex indah bukan karena penetrasi penis kedalam vagina semata, sex indah karena disana EGOISME TERSINGKIRKAN!
Leluhur kita menghargai sexualitas. Sastra-sastra Veda menghargai sexualitas. Anehnya, mengapa kita sekarang malah menganut paham yang menajiskan sexualitas? Tapi pada kenyataannya, diam-diam kita menikmatinya juga. Sungguh ironis!
4. MAGABATHANGA (MENEMUI/MENDAPATI JASAD MATI)
Puncak sebuah persetubuhan adalah orgasme. Kenikmatan yang mampu melenakan seluruh makhluk hidup di Mayapada ini. Sesungguhnya, orgasme adalah miniatur Moksha. Setiap insan yang selalu ingin mengulang-ulang sensasi orgasme, yang hanya bisa dinikmati dalam rentang waktu tidak kurang dari 2-5 detik, sesungguhnya tengah merindui, tengah teringat akan sensasi KENIKMATAN SEJATI.
Seluruh makhluk merindui tapi belum mampu menemukan KENIKMATAN SEJATI atau Moksha tersebut. Dan orgasme, menjadi penyalurannya. Ibarat tidak ada rotan akarpun jadi, fenomena inilah sebenarnya yang tengah berlaku. Bagi mereka yang telah terbangun spiritualitasnya maupun yang belum, secara instingtif, semua merindui sensasi KENIKMATAN SEJATI tempat asal kita dahulu!
Dan MAGABATHANGA, yaitu jika sperma telah dipancarkan dan bertemu dengan sel telur didalam rahim, maka akan terjadi proses perputaran kembali menuju HANACARAKA. Kelahiran jasad manusia baru akan terjadi. Siklus perputaran ini adalah Hukum Alam. Proses dari HANACARAKA menuju HANACARAKA lagi, adalah proses yang harus dilewati melalui sexualitas. Sexualitas adalah MATA RANTAI EVOLUSI MANUSIA.
Dan apabila sperma sudah terpancar, apabila orgasme telah dicapai oleh kedua pasangan, maka tinggallah keduanya tergeletak bagaikan dua buah JASAD MATI atau BATHANGA!
HANACARAKA, DATASAWALA, PADHAJAYANYA, MAGABATHANGA sesungguhnya menggambarkan proses alamiah tersebut. Eloknya, dari keduapuluh suara ini, bisa dijadikan aksara dasar bagi masyarakat Jawa untuk mengungkapkan segala bentuk komunikasi melalui media tulisan.
Mata Rantai Evolusi ini, kegiatan sexualitas ini, hanya akan berjalan indah apabila dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Mata Rantai Evolusi ini, kegiatan sexualitas ini hanya akan mampu membunyikan dua puluh aksara Jawa secara utuh jika dilakukan dengan kekasih hati.
Kegiatan ini akan menimbulkan kesedihan dan duka apabila dilakukan dengan istri, suami, pasangan orang lain. Serta apabila dilakukan dibawah paksaan dan tipu daya! KEUTAMAAN SEX AKAN TERCORENG! DAN KEDUA PULUH HURUF DIATAS HANYA AKAN BERBUNYI HAMBAR!
Nikmati sexualitas pada tahap GRAHASTA anda, dan jagalah agar tetap mampu mengumandangkan dua puluh aksara diatas dengan menjauhi kegiatan sexualitas yang bisa menimbulkan penderitaan.
Dan satu rahasia lagi yang ingin saya bagikan kepada anda, yang selama ini belum pernah dibagikan, huruf awal ‘HA/A’ apabila disatukan dengan huruf akhir ‘NGA’ maka akan berbunyi ‘HONG/ONG”
Ini berarti, seluruh proses kehidupan kita dilingkupi oleh HONG/ONG atau BRAHMAN!
Berawal dari HONG/ONG, berjalan dalam HONG/ONG dan berakhir pada HONG/ONG.
HONG/ONG adalah pengucapan lain dari AUM. Di Jawa dan Bali semenjak dulu, lebih sering mengucapkan AUM dengan bunyi HONG/ONG.
Satu lagi sebuah rahasia yang sudah waktunya diungkapkan, tatanan kehidupan masyarakat Jawa akan kacau balau jika meninggalkan kebiasaan membunyikan HONG/ONG dalam keseharian mereka. Getaran HONG/ONG inilah yang berabad-abad mampu membentengi pulau Jawa dari segala macam getaran negative dari alam. Karena getaran HONG/ONG selaras dengan getaran alam Nusantara. Dengan kehilangan HONG/ONG, tanah Jawa akan senantias dilanda musibah yang tak berkesudahan.
Oleh karena itu, walaupun telah berpindah agama, disetiap pementasan wayang kulit maupun wayang orang, kalimat suci HONG/ONG tetap tidak ditinggalkan. Walaupun sang dalang sendiri ( dalang jaman agama baru ) tidak menyadari telah mengucapkan kalimat suci Nama Brahman ini.
Tidak percaya?
Setiap kali dalang mengucapkan suluk, sebuah nyanyian sebagai jeda dikala menceritakan kisah yang tengah dia bawakan, suluk apapun, pasti diselingi kalimat suci HONG/ONG.
Lihatlah salah satu contoh suluk popular dibawah ini :
Sansaya dalu araras abyor kang lintang kumedhap,
Titi Sonya tengah wengi lumarang gandaning puspita,
ONG…………………………….
Sekar gadung, kongas gandanya,
ONG………
Kalimat HONG/ONG ini akan diucapkan berratus-ratus kali, mulai dari awal pertunjukan sampai selesai. Dan ironisnya, hal ini tidak disadari maknanya bahkan oleh sang dalang jaman sekarang sendiri.
Selama ini, saya hanya tersenyum geli mengetahui hal ini. Coba mulai sekarang perhatikan, banyak masyarakat Jawa yg juga tidak jeli akan hal ini.
Semoga dengan saya membuka rahasia ini, tidak serta merta disetiap pertunjukan wayang kulit atau wayang orang dimasa mendatang, kalimat HONG/ONG akan dihilangkan (he..he..he).
HONG WILAHING SEKARING BHAWANA LANGGENG,
HONG DIRGHAYUR ASTU TATHASTU ASTU,
HONG AWIGNAM ASTU TATHASTU ASTU,
HONG SUBHAM ASTU TATHASTU ASTU,
HONG PURNAM BHAWANTU,
HONG SUKHAM BHAWANTU,
HONG SREYO BHAWANTU,
SAPTA WREDI ASTU TATHASTU ASTU
SWAHA.
(Oh Tuhan Engkau adalah BILAH SEMESTA dan BUNGA SEJATI SEMESTA yang abadi,
Oh Tuhan, anugerahkanlah usia panjang, terjadilah!
Oh Tuhan, hilangkanlah semua penghalang, terjadilah!
Oh Tuhan, anugerahkanlah kebaikan, terjadilah!
Oh Tuhan, sempurnakan penjelmaan hamba,
Oh Tuhan, gembirakanlah penjelmaan hamba,
Oh Tuhan, berikan yang terbaik pada penjelmaan hamba,
Dan yang ketujuh hamba memohon, BAHAGIAKANLAH HAMBA, Terjadilah!
SWAHA! )
Rahayu. Namaste.
(Note : Huruf Jawa tumbuh dan berkembang disaat pola pikir masyarakat Jawa didominasi keyakinan ajaran Shiwa Buddha. Semangat, Wedanta dan Dhamma Buddha menyatu mendarah daging dan bercampur dengan spiritualitas asli Nusantara.
Huruf Jawa dibuat oleh Sang Aji Saka. Seorang Brahmana yang datang dari Nepal, berdarah suku Sakya (se-suku dengan Sidharta Buddha Gautama).
Spirit huruf Jawa adalah spirit Wedanta dan Dhamma yang diramu dengan kearifan lokal Jawa/Nusantara.
Maka adalah sudah tepat jika representasi dan pemaknaan huruf Jawa dikembalikan pada sumbernya..
saya baru mendengar makna aksara jawa seperti ini
BalasHapuspikiran dan hati ini merasa meyakini...
mau tanya Kang, setelah jadi makhluk yang sempurna ini lahir tentunya manusia mengalami perkembangan, apa begitu juga dengan aksara jawa???, Sastra-sastra leluhur kita tidak lepas dari aksara jawa tadi, indikasi ini apa bisa dikategorikan salah satu perkembangan aksara jawa tadi?
ikut menyimak...........
BalasHapus